KIMIA ANALITIK
TITRASI ASAM BASA
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan dengan baik. Makalah
ini ditunjukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Analitik di semester dua.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun
penyajiannya. Hal ini disebabkan kemampuan dan pengetahuan penulis yang masih
sangat terbatas. Walaupun demikian penulis berusaha semaksimal mungkin untuk
menyajikan makalah ini dengan sebaik- baiknya.
Akhir kata Penulis
mengharapkan semoga makalah yang disusun ini dapat bermanfaat, khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi para pembaca.
Bandung, Agustus 2015
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR
BELAKANG
Titrasi
merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat
lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh
bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi
redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan
lain sebagainya.
Berbicara
masalah reaksi asam-basa atau yang biasa juga disebut reaksi penetralan, maka
tidak akan terlepas dari titrasi asam-basa. Perlu dipahami terlebih dahulu
bahwa reaksi asam-basa atau reaksi penetralan dapat dilakukan dengan titrasi
asam-basa. Adapun titrasi asam-basa ini terdiri dari titrasi asam kuat-basa
kuat, titrasi asam kuat-basa lemah, titrasi basa lemah-asam kuat, dan titrasi
asam lemah-basa lemah. Titrasi asam-basa ini ditentukan oleh titik ekuivalen
(equivalent point) dengan menggunakan indikator asam-basa.
Zat yang
akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di
dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut
sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun
titrant biasanya berupa larutan. Pada laporan kali ini akan di jelaskan
mengenai titrasi asam-basa.
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Identifikasi
masalah yang akan dibahas dalam laporan dengan judul “Titrasi Asam Basa” yaitu
sebagai berikut :
1. Apa
itu titrasi asam basa?
2. Apa
kegunaan titrasi asam basa?
3. Apa
kelebihan titrasi asam basa?
4. Apa
kekurangan titrasi asam basa?
5. Contoh
apa saja yang dapat dibuktikan dengan titrasi asam basa dalam bidang farmasi?
1.3.
MAKSUD
DAN TUJUAN
1. Maksud
Pembuatan laporan ini mempunyai maksud sebagai
syarat memenuhi tugas Kimia Analitik semester dua tahun ajaran 2015
2. Tujuan
Adapun
tujuan dalam laporan, yaitu sebagai berikut :
a. Untuk
mengetahui apa itu titrasi asam basa.
b. Untuk
mengetahui prinsip titrasi asam basa?
c. Untuk
mengetahui kelebihan titrasi asam basa?
d. Untuk
mengetahui kekurangan titrasi asam basa?
e. Untuk
mengetahui contoh apa saja yang dapat dibuktikan dengan titrasi asam basa dalam
bidang farmasi?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
PENGERTIAN
TITRASI ASAM BASA
Titrasi
merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat
lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh
bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi
redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan
lain sebagainya.
Reaksi asam-basa dapat digunakan
untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau larutan basa. Penentuan itu
dilakukan dengan cara meneteskan larutan basa yang telah diketahui
konsentrasiya ke dalam sejumlah larutan asam yang belum diketahui
konsentrasinya atau sebaliknya. Penetesan dilakukan hingga asam dan basa tepat
habis bereaksi. Waktu penambahan hingga asam dan basa tepat habis disebut titik
ekuivalen. Dengan demikian, konsentrasi asam atau basa dapat ditentukan jika
salah satunya sudah diketahui. Proses penetapan konsentrasi tersebut disebut
titrasi asam-basa.
Zat yang akan ditentukan kadarnya
disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan
zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya
diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.
Metode titrimetri yang didasarkan
pada reaksi asam basa ini adalah titrasi asam basa (Asidimetri dan
alkalimetri). Titrasi ini termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion
hydrogen yang berasal dari asam dengan ion yang berasal dari basa untuk
menghasilkan air yang bersifat netral. Berdasarkan
konsep lain reaksi netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor
proton (asam) dengan penerima proton (basa).
Dalam
menganalisis sampel yang bersiaft basa, maka kita dapat menggunakan larutan
standar asam, metode ini dikenal dengan istilah asidimetri. Sebaliknya jika
kita menentukan sampel yang bersifat asam, kita akan menggunkan lartan standar
basa dan dikenal dengan istilah alkalimetri.
Dalam melakukan
titrasi netralisasi kita perlu secara cermat mengamati perubahan pH, khususnya
pada saat akan mencapai titik akhir titrasi, hal ini dilakukan untuk mengurangi
kesalahan dimana akan terjadi perubahan warna dari indikator
2.2.
PRINSIP
TITRASI ASAM BASA
Titrasi asam
basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi asam
basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit
sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan
titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”, yaitu
titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana
jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] =
[OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat
perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir
titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen,
tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu,
titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekuivalen.
Pada saat titik
ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume
titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data
volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar
titrant.
Titrasi netralisasi adalah titrasi
yang didasarkan pada reaksi antara suatu asam dengan basa.
H3O+ + OH– ⇔ 2 H2O
Dalam
titrasi ini berlaku hubungan jumlah ekivalen asam (H3O+) sama dengan
jumlah ekivalen basa (OH–).
Larutan baku
yang digunakan pada titrasi netralisasi adalah asam kuat atau basa kuat, karena
zat-zat tersebut bereaksi lebih sempurna dengan analit dibandingkan dengan jika
dipakai asam atau basa yang lebih lemah. Larutan baku asam dapat dibuat dari
HCl, H2SO4 atau HClO4, sedangkan larutan baku basa dibuat dari NaOH atau
KOH. Larutan baku primer adalah larutan yang konsentrasinya dapat ditentukan
dengan perhitungan langsung dari berat zat yang mempunyai kemurnian tinggi,
stabil dan bobot ekivalen tinggi kemudian dilarutkan sampai volume tertentu.
Sedangkan larutan baku sekunder, konsentrasinya harus ditentukan terlebih
dahulu dengan pembakuan/standarisasi terhadap baku primer.
Contoh:
Baku primer : Na2CO3, Na2B4O7, Kalium Hidrogen
Ptalat (KHP), H2C2O4
Baku
sekunder : HCl, H2SO4, NaOH, KOH
Titrasi
netralisasi dapat berlangsung antara asam kuat dengan basa kuat; asam/basa
lemah dengan basa/asam kuat seperti:
NH4OH + H3O+ ⇔ NH4+ + 2H2O (basa
lemah dengan asam kuat)
CH3COOH + OH– ⇔ CH3COO– + H2O (asam lemah dengan basa kuat)
CH3COO– + H3O+ ⇔ CH3COOH + H2O (garam
dengan asam kuat)
NH4+ + OH– ⇔ NH3 + H2O (garam dengan asam
kuat)
Kedua contoh
terakhir di atas menggambarkan titrasi garam monofungsional. Garam-garam
tersebut dalam air mengalami hidrolisis menghasilkan larutan yang bersifat asam
atau basa. Apakah garam-garam ini dititrasi dengan asam atau basa bergantung
pada nilai Ka dan Kb. Bila nilai Ka>Kb (larutan lebih bersifat asam), maka
garam tersebut dapat dititrasi dengan basa, bila sebaliknya (Ka<Kb), garam
tersebut dapat dititrasi dengan asam. Titik ekivalen dicapai pada pH larutan CH3COOH atau NH4OH.
Gambar 2.2
Set alat titrasi
2.3.
CARA
MENGETAHUI TITIK EKUIVALEN
Ada dua
cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa, antara lain:
1.
Memakai pH meter untuk memonitor perubahan
pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume
titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut
adalah “titik ekuivalen”.
2.
Memakai indikator asam basa. Indikator
ditambahkan dua hingga tiga tetes (sedikit mungkin) pada titran sebelum proses
titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen
terjadi, pada saat inilah titrasi dihentikan. Indikator yang dipakai dalam
titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH.
Penambahan
indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga
tetes.
Indikator
|
Perubahan warna
|
Pelarut
|
|
Asam
|
Basa
|
||
Thimol biru
|
Merah
|
Kuning
|
Air
|
Metil kuning
|
Merah
|
Kuning
|
Etanol 90%
|
Metil jingga
|
Merah
|
Kuning-jingga
|
Air
|
Metil merah
|
Merah
|
Kuning
|
Air
|
Bromtimol biru
|
Kuning
|
Biru
|
Air
|
Fenolftalein
|
Tak berwarna
|
Merah-ungu
|
Etanol 70%
|
thimolftalein
|
Tak berwarna
|
biru
|
Etanol 90%
|
Pada umumnya cara kedua lebih dipilih karena
kemudahan dalam pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis,
walaupun tidak seakurat dengan pH meter. Gambar berikut merupakan perubahan
warna yang terjadi jika menggunakan indikator fenolftalein.
pH
|
< 0
|
0−8.2
|
8.2−12.0
|
>12.0
|
Kondisi
|
Sangat asam
|
Asam atau mendekati netral
|
Basa
|
Sangat basa
|
Warna
|
Jingga
|
Tidak berwarna
|
Pink keunguan
|
Tidak berwarna
|
Sebelum
mencapai titik
ekuivalen Setelah
mencapai titik ekuivalen
Gambar 2.3.1
Untuk memperoleh ketepatan
hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik
equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indikator yang tepat dan
sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan
dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir
titrasi”.
Gambar 2.3.2
2.4.
KELEBIHAN
DAN KEKURANGAN ASAM BASA
Menurut
Arrhenius, larutan bersifat asam jika senyawa tersebut melepaskan ion hidronium
(H3O+) saat dilarytkan dalam air, atau asam adalah zat yang dalam air
melepaskan ion H+.
Menurut
Arrhenius, basa adalah senyawa yang dapat melepas ion hidroksida (OH-) jika
dilarutkan dalam air.
Kelebihan
dan kekurangan teori asam basa arrhenius, yaitu :
1. Kelebihan
Mampu
menyempurnakan teori asam yang dikemukakan oleh Justus Von Liebig. Liebig
menyatakan bahwa setiap asam memiliki hidrogen (asam berbasis hidrogen).
Pernyataan ini tidak tepat, sebab basa juga memiliki hidrogen.
2. Kekurangan
a. Teori
asam basa Arrhenius terbatas dalam pelarut air, namun tidak dapat menjelaskan
reaksi asam basa dalam pelarut lain atau bahkan reaksi tanpa pelarut.
b. Teori asam basa Arrhenius hanya terbatas sifat
asam dan basa pada molekul, belum mampu menjelaskan sifat asam dan basa ion
seperti kation dan anion.
c. Tidak
menjelaskan mengapa beberapa senyawa yang mengandung hidrogen dengan bilangan
oksidasi +1 (seperti HCl) larut dalam air untuk membentuk larutan asam,
sedangkan yang lain seperti CH4 tidak.
d. Tidak
dapat menjelaskan mengapa senyawa yang tidak memiliki OH-, seperti Na2CO3
memiliki karakteristik seperti basa.
2.5.
JENIS
– JENIS TITRASI ASAM BASA
Titrasi asam
basa dapat dikelompokan sebagai berikut :
1. Basa
Lemah vs Asam Kuat
Titrasi basa lemah dan asam kuat adalah analog dengan titrasi asam lemah dengan basa kuat, akan tetapi kurva yang terbentuk adalah cerminan dari kurva
titrasi asam lemah vs basa kuat. Sebagai contoh disini adalah titrasi 0,1 M NH4OH 25 mL dengan 0,1 HCl 25 mL dimana reaksinya dapat
ditulis sebagai:
NH4OH + HCl
-> NH4Cl + H2O
Kurva
titrasinya dapat ditulis sebagai berikut:
Kurva titrasi 0,1 M NH4OH dengan 0,1 M HCl
Pada awal titrasi dalam Erlenmeyer hanya terdapat NH4OH, karena
NH4OH adalah basa lemah maka tidak semua akan terionisasi untuk mencari pH nya.
Setelah titrasi berlangsung maka akan terbentuk sistem buffer
disebabkan dalam larutan sekarang terdapat NH4OH dan NH4Cl. Pada saat ini kurva
titrasi berada pada daerah yang landai dan pH larutan ditentukan oleh
pebandingan [NH4Cl]/[NH4OH].
Pada titik tengah titrasi yaitu setengah jumlah mol baik HCl dan
NH4OH bereaksi maka [NH4Cl] akan sama dengan [NH4OH] akibatnya pH akan sama
dengan pKb (ingat persamaan Henderson-Hasselbalch. Kb NH4OH adalah 10-5.
pH = pKb = 5
Pada saat titik ekuivalen dicapai maka dalam larutan sekarang
hanya terdapat NH4Cl adalah garam dari asam kuat dan basa lemah sehingga dalam
larutan akan terhidrolisis parsial dengan reaksi sebagai berikut:
NH4Cl -> NH4+ +
Cl-
NH4+ + H2O -> NH4OH + H+
Dalam larutan sekarang akan bersifat asam disebabkan terdapat H+
dari hidrolisis parsial NH4Cl.
2.
Asam Lemah vs Basa Kuat
Asam lemah yang dicontohkan
disini adalah asam asetat CH3COOH (biasanya kita singkat menjadi HOAc) dan
dititrasi dengan basa kuat NaOH. Reaksi yang terjadi dapat ditulis sebagai
berikut:
HOAc + NaOH ->
NaOAC + H2O
Dan
kurva titrasi antara 0,1 M HOAc 50 mL dengan 0,1 M NaOH 50 mL dapat digambarkan
sebagai berikut
Kurva titrasi 0,1 M CH3COOH dengan 0,1 M NaOH
Pada saat sebelum titrasi dalam Erlenmeyer hanya terdapat
asam asetat. HOAc adalah asam lemah sehingga dalam laruta tidak terdisosiasi
sempurna, dan untuk mencari konsentrasi H+ nya kita menggunaka rumus pH asam
lemah. 0,1 M HOAc dengan volume 50 mL memiliki pH sekitar 3.
Setelah titrasi dijalankan
dengan penambahan sedikit demi sedikit NaOH maa dalam larutan akan terbentuk
NaOAc sebagai hasil reaksi antara NaOH dan HOAc. Dalam larutan sekarang
terdapat HOAc yang belum bereaksi serta NaOAc sehingga terbentuk sistem buffer.
pH larutan pun sedikit demi sedikit beranjak naik sebagai fungsi perubahan
perbandingan [OAc-]/[HOAc].
3.
Asam Kuat vs Basa Kuat
Titran yang dipakai dalam jenis titrasi asam
basa ini adalah asam kuat dan basa kuat. Titik akhir
titrasi mudah diketahui dengan membuat kurva titrasi yaitu plot antara pH
larutan sebagai fungsi dari volume titran yang ditambahkan. Sebagai contoh
titrasi asam kuat dan basa kuat adalah titrasi HCl dengan NaOH.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:


Reaksi
umum yang terjadi pada titrasi asam basa dapat ditulis sesuai dengan reaksi
kedua diatas. Ion H+ bereaksi dengan OH- membentuk H2O sehingga hasil akhir
titrasi pada titik ekuivalen pH larutan adalah netral. Kurva titrasi antara 50
mL HCl 0,1 M dengan 50 mL NaOH 0,1 M dapat ditunjukkan dengan gambar berikut
ini:
Kurva Titrasi 0,1 M HCl dengan 0,1 M NaOH
4. Titrasi asam lemah dan basa lemah
Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari
asam lemah dan basa lemah. Misal : Asam asetat dan NH4OH
CH3COOH + NH4OH —>
CH3COONH4 + H2O
2.6.
RUMUS
UMUM TITRASI
Pada saat titik ekuivalen maka
mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-ekuivalen basa, maka hal ini dapat
ditulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen
asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas (N) dengan
volume, maka rumus diatas dapat ditulis sebagai berikut:
N asam x V asam = N asam x V basa
Normalitas
diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada
asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
(n x M asam)
x V asam = (n x M basa) x V basa
Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = Jumlah ion H +(pada asam) atau OH- (pada basa)
V = Volume
M = Molaritas
n = Jumlah ion H +(pada asam) atau OH- (pada basa)
2.7.
CONTOH
ASAM BASA
Metode
titrasi asm basa bisa kita gunakan dalam menentukan bilangan saponikasi.
Bilangan saponifikasi didefinisikan sebagai milligram KOH yang diperlukan untuk
menitrasi 1 gram lemak dengan reaksi:0,10 gram mentega dititrasi dengan
menggunakan 25 mL KOH 0,250 N. Setelah proses saponifikasi berlangsung sempurna
maka KOH yang tidak bereaksi dengan mentega dititrasi dengan 0,250 N HCl dan
membutuhkan 9,26 mL. Berapakah bilangan saponifikasi/bilanga penyabunan dari
mentega tersebut? Dan hitung pula berapa berat formula lemak dalam mentega
tersebut (asumsikan semua mentega adalah lemak).
Penyelesaian:
Metode titrasi diatas sering dilakukan pada industri minyak goreng
dan sabun. Hal ini penting untuk mengetahui jumlah total lemak dan asam lemak
dalam minyak. Titrasi yang dipakai adalah titrasi kembali, jadi KOH awal adalah
berlebih dan kelebihan KOH yang tidak bereaksi dengan lemak dititrasi dengan
HCl menggunakan indicator pp. Jumlah mol KOH awal dikurangi mol KOH yang
bereaksi dengan KOH adalah jumlah mol KOH yang bereaksi dengan lemak.
Titrasi asam
basa berguna dalam bidang kefarmasian terutama untuk raksi-reaksi dalam
pembatan obat yang memerlukan sebuah analisis tersendiri. Beberapa contoh asam
basa yaitu :
1. Metanol
yang digunakan sebagai pelarut untuk membuat polimer dan senyawa organik yang
lain seperti ester.
2. Etanol
pada suhu kamar berupa zat cair bening, mudah menguap dan berbau khas. Etanol
terdapat dalam spiritus dan obat pencuci luka.
3. Gliserol
atau gliserin adalah zat cair yang kental, tidak berwarna dan mempunyai rasa
manis. Gliserol mudah larut dalam air dengan segala perbandingan. Senyawa ini
digunakan sebagai pelembab pada tembakau dan kembang gula, pelarut obat-
obatan, dan membuat nitrogliserin (bahan pembuat peledak).
4. Eter
(Alkoksialkana) digunakan sebagai pelarut dan obat bius (anastesi) pada operasi
yang diberikan melalui pernapasan.
5. Aseton
digunakan untuk pembersih pewarna kuku (pelarut senyawa karbon), bahan baku
pembuat obat bius.
6. Asam
asetat (asam cuka) digunakan sebagai asam yang terdapat dalam cuka makanan.
BAB III
PENUTUP
3.1.
KESIMPULAN
1.
Titrasi merupakan suatu
metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah
diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi
yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi
asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi
yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi
yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.
2. Prinsip
titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant.
Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan
dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
3.
Ada dua cara umum untuk menentukan titik
ekuivalen pada titrasi asam basa, antara lain :
a.
Memakai pH meter untuk memonitor perubahan
pH selama titrasi dilakukan. b. Memakai indikator asam basa.
DAFTAR
PUSTAKA
http://bisakimia.com/2014/09/05/titrasi-asam-basa-netralisasi/
(diakses pada 11 Agustus 2015)
https://id.wikipedia.org/wiki/Titrasi
(diakses pada 11 Agustus 2015)
https://esdikimia.wordpress.com/2011/06/17/titrasi-asam-basa/
(diakses pada 11 Agustus 2015)
http://kamibarampek.blogspot.com/2014/06/laporan-praktikum-kimia-titrasi-asam.html
(diakses pada 11 Agustus 2015)
http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/06/teori-asam-basa-arrhenius-kelebihan-dan-kekurangan.html
(diakses pada 11 Agustus 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar