BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam
al-Qur’an banyak
terkandung teks-teks (ayat-ayat) yang mendorong manusia
untuk melihat, memandang, berfikir, serta mencermati fenomena-fenomena alam
semesta ciptaan Tuhan yang menarik untuk diselidiki, diteliti dan dikembangkan.
Al-Qur’an menantang manusia untuk menggunakan akal fikirannya seoptimal
mungkin.
Al-Qur`an
memuat segala informasi yang dibutuhkan manusia, baik yang sudah diketahui
maupun belum diketahui. Informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi pun
disebutkan berulang-ulang dengan tujuan agar manusia bertindak untuk melakukan
nazhar.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini
dipimpin oleh perdaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang
di berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang
dihasilkan oleh perkembangan iptek modern membuat orang lalu mengagumi dan
meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap
segala dampak negatif yang diakibatkanya.
Peran Islam dalam perkembangan
iptek pada dasarnya ada 2 (dua).
Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Kedua,
menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi
pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Perumusan Masalah
- Bagaimana landasan al-qur’an tentang IPTEK ?
- Apa peranan dan prinsip IPTEK menurut Islam?
- Bagaimana perkembangan ilmu kedokteran dalam islam?
- Jelaskan tentang transfusi darah, inseminasi buatan, transplantasi alat menurut islam !
1.3
Tujuan
- Untuk mengetahui landasan al-qur’an tentang IPTEK.
- Untuk mengetahui peranan dan prinsip IPTEK menurut Islam
- Untuk mengetahui perkembangan ilmu kedokteran dalam islam.
- Untuk mengetahui transfusi darah, inseminasi buatan, transplantasi alat menurut islam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Al-Qur’an Tentang Iptek
Bagi ilmuwan al-Qur`an adalah inspirator, maknanya bahwa dalam al-Qur’an banyak terkandung teks-teks (ayat-ayat) yang mendorong manusia
untuk melihat, memandang, berfikir, serta mencermati fenomena-fenomena alam
semesta ciptaan Tuhan yang menarik untuk diselidiki, diteliti dan dikembangkan.
Al-Qur’an menantang manusia untuk menggunakan akal fikirannya seoptimal
mungkin.
Al-Qur`an memuat segala
informasi yang dibutuhkan manusia, baik yang sudah diketahui maupun belum
diketahui. Informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi pun disebutkan
berulang-ulang dengan tujuan agar manusia bertindak untuk melakukan nazhar.
Nazhar adalah mempraktekkan metode, mengadakan observasi dan penelitian ilmiah
terhadap segala macam peristiwa alam di seluruh jagad ini, juga terhadap
lingkungan keadaan masyarakat dan historisitas bangsa-bangsa zaman
dahulu. Sebagaimana firman Allah berikut ini:
قُلِ
انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚوَمَا تُغْنِي الْآيَاتُ وَالنُّذُرُ
عَنْ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ
Artinya: “Katakanlah
(Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan menggunakan metode ilmiah)
mengenai apa yang ada di langit dan di bumi ...”( QS. Yunus ayat 101)
قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيْرُوا فِي
اْلأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ
Artinya: “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah
bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”. (QS. Ali Imran:
137)
وَفِي أَنْفُسِكُمْ
أَفَلاَ تُبْصِرُوْنَ
Artinya : ”Dan
(juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”. (QS.
Az-Zariyat: 21).
Dalam al-Qur`an terdapat ayat-ayat yang memberikan
motivasi agar manusia menggunakan akal fikiran untuk membaca dan
mengamati fenomena-fenomena alam semesta. Teks-teks al-Qur’an yang terkait
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sebagai berikut:
Al-Qur`an Sebagai Produk
Wujud Iptek Allah
Al-Qur`an menuntun manusia pada jalur-jalur
riset yang akan ditempuh sehingga manusia memperoleh hasil yang benar.
Al-Qur`an juga sebagai hudan memberi kecerahan pada akal manusia, kebenaran
hasil riset dapat diukur dari kesesuaian rumus baku, dan antara akal dengan
naql.
Al-Qur`an merupakan rumus
baku, alam semesta dengan segala perubahannya sebagai persoalan yang layak dan perlu dijawab, maka al-Qur`an
sebagai kamus alam semesta. Solusi tentang teka-teki alam semesta akan
terselesaikan dengan benar jika digunakan formula yang tepat yaitu al-Qur`an.
Dengan demikian ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat Qur’aniyah akan berjalan
secara pararel dan seimbang. Ilmu pengetahuan seperti ini jika menjelma menjadi teknologi
maka akan menjadikan teknologi berbasiskan Qur’an atau teknologi yang Qur’anik.
Banyak ayat Al-Qur’an yang menyinggung
tentang pengembangan iptek, seperti wahyu pertama QS. Al-`Alaq 1-5 menyuruh
manusia untuk membaca, menulis, melakukan penelitian dengan dilandasi iman dan
akhlak yang mulia.
Sedangkan perintah untuk melakukan
penelitian secara jelas terdapat dalam QS. Al-Ghasiyah, ayat 17-20:
أَفَلاَ يَنْظُرُوْنَ إِلَى اْلإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) وَإِلَى اْلأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ (20)
Artinya: ”Maka apakah mereka tidak memperhatikan
unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan
gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” (QS.
Al-Ghasiyah: 17-20)
Dari ayat-ayat tersebut, maka munculah di
lingkungan umat Islam suatu kegiatan observasional yang disertai dengan
pengukuran, sehingga ilmu tidak lagi bersifat kontemplatif seperti yang
berkembang di Yunani, melainkan memiliki ciri empiris sehingga tersusunlah
dasar-dasar sains.
وَمِنْ كُلِّّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ
Artinya: ”Dan segala sesuatu kami ciptakan
berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”. (QS. Az Zariyat: 49)
سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ اْلأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْبِتُ اْلأَرْضُ وَمِنْ أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لاَ يَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Maha Suci Tuhan yang telah
menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh
bumi dan dari diri mereka sendiri maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”.
(QS. Yasin: 36)
Dari ayat di atas dinyatakan bahwa Allah
SWT menciptakan makhluk secara berpasang-pasangan, seperti ada siang dan malam,
positif dan negatif, wanita dan pria, elektron dan positron. Terjadinya
pasangan elektron dan positron di dalam fisika inti dikenal pembentukan ion
(ion air production) di mana radiasi gelombang elektron magnetik memiliki
tenaga di atas 1.02 Mev. Ayat ini dapat diartikan sebagai perintah untuk
melakukan penelitian. Karena dengan melakukan penelitian hal-hal yang tadinya
belum terungkap menjadi terungkap.
2.2 Peranan dan Prinsip Iptek Menurut Islam
Peran Islam dalam perkembangan
iptek pada dasarnya ada 2 (dua).
Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma
inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang.
Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi
seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala
macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan.
Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan
diamalkan, sedang yang bertentangan
dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah
Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek
dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang
digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini
mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan
halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek
jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek dan
telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam
memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi
kebutuhan manusia.
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh perdaban barat
satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia.
Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh
perkembangan iptek modern membuat orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya
hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap segala dampak
negatif yang diakibatkanya.
Pada
dasarnya kita hidup di dunia ini tidak lain untuk beribadah kepada Allah SWT.
Ada banyak cara untuk beribadah kepada Allah SWT seperti sholat, puasa, dan
menuntut ilmu. Menuntut ilmu ini hukumnya wajib. Seperti sabda Rasulullah SAW:
“ menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban atas setiap muslim laki-laki dan
perempuan”. Ilmu adalah kehidupanya islam dan kehidupanya keimanan. Peran Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa harus
dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan
halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolak ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek
yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam.
Sedangkan iptek yang tidak
boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.
2.3 Perkembangan Ilmu Kedokteran Dalam Islam
1.
Awal
Perkembangan Sebelum Islam
Seperti
ungkapan Dr. Ezzat Abouleist di statemen awal pendahuluan, “Ilmu kedokteran tidak lahir dalam waktu semalam”. Keilmuan
yang berkembang dan praktek-prakteknya tidak tanpa mula. Tapi mempunyai sejarah
panjang yang dihasilkan para pendahulu hingga hasilnya dapat dilihat saat ini.
Awal mula kelahirannya dimulai pada masa peradaban Yunani. Dan bangsa-bangsa
lain sekitar pada masa itu.
Dalam
peradaban Yunani, orang Yunani Kuno mempercayai Asclepius sebagai dewa
kesehatan. Pada era ini, menurut penulis Canterbury Tales, Geoffrey
Chaucer, di Yunani telah muncul beberapa dokter atau tabib terkemuka.
Tokoh Yunani yang banyak berkontribusi mengembangkan ilmu kedokteran adalah Hippocrates
atau `Ypocras' (5-4 SM). Dia adalah tabib Yunani yang menulis dasar-dasar
pengobatan.
Selain
itu, ada juga nama Rufus of Ephesus (1 M) di Asia Minor. Ia adalah dokter yang
berhasil menyusun lebih dari 60 risalah ilmu kedokteran Yunani. Dunia juga
mengenal Dioscorides. Dia adalah penulis risalah pokok-pokok kedokteran yang menjadi
dasar pembentukan farmasi selama beberapa abad. Dokter asal Yunani lainnya yang
paling berpengaruh adalah Galen (2 M). Ketika era kegelapan mencengkram Barat
pada abad pertengahan, perkembangan ilmu kedokteran diambil alih dunia Islam
yang telah berkembang pesat di Timur Tengah, menurut Ezzat Abouleish, seperti
halnya lmu-ilmu yang lain.
2.
Pada
Masa Peradaban Islam
Ø Masa Awal
Perkembangan
kedokteran Islam melalui tiga periode pasang-surut. Periode pertama dimulai dengan gerakan penerjemahan literatur kedokteran dari Yunani dan bahasa
lainnya ke dalam bahasa Arab yang berlangsung pada abad ke-7 hingga ke-8
Masehi. Pada masa ini, sarjana dari Syiria dan Persia secara
gemilang dan jujur menerjemahkan litelatur dari Yunani dan Syiria kedalam bahasa
Arab.
Rujukan
pertama kedokteran terpelajar dibawah kekuasaan khalifah dinasti Umayyah, yang memperkerjakan dokter ahli dalam
tradisi Helenistik. Pada abad ke-8 sejumlah keluarga dinasti Umayyah
diceritakan memerintahkan penterjemahan
teks medis dan kimiawi dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. Berbagai sumber juga menunjukkan bahwa khalifah dinasti Umayyah,
Umar ibn Abdul Aziz (p.717-20) memerintahkan penterjemhan dari bahasa Siria ke
bahasa Arab sebuah buku pegangan medis abad ketujuh yang ditulis oleh pangeran
Aleksandria Ahrun.
Pengalihbahasaan
literatur medis meningkat drastis dibawah kekuasaan Khalifah Al-Ma'mun dari
Diansti Abbasiyah di Baghdad. Para dokter dari Nestoria dari kota Gundishpur
dipekerjakan dalam kegiatan ini. Sejumlah sarjana Islam pun terkemuka ikut
ambil bagian dalam proses transfer pengetahuan itu. Tercatat sejumlah tokoh seperti, Yuhanna Ibn Masawayah (w. 857),
Jurjis Ibn-Bakhtisliu, serta Hunain Ibn Ishak (808-873 M) ikut menerjemahkan literatur kuno dan dokter masa awal.
Karya-karya
original ditulis dalam bahasa Arab oleh Hunayn. Beberapa risalah yang
ditulisnya, diantaranya al-Masail fi al-Tibb lil-Mutaallimin (masalah
kedokteran bagi para pelajar) dan Kitab al-Asyr Maqalat fi al-Ayn (sepuluh
risalah tentang mata). Karya tersebut berpengaruh dan sangat inovatif,
walaupun sangat sedikit memaparkan observasi baru. Karya yang paling
terkenal dalam periode awal ini disusun oleh Ali Ibn Sahl Rabban al-Tabari
(783-858), Firdaws al-Hikmah. Dengan mengadopsi satu pendekatan kritis yang memungkinkan pembaca memilih dari beragam praktek, karya ini
merupakan karya kedokteran Arab komprehensif pertama yang mengintegrasikan dan
memuat berbagai tradisi kedokteran waktu itu.
Perkembangan
tradisi dan keberagaman
yang Nampak pada kedokteran Arab pertama, dikatan John
dapat dilacak sampai pada warisan Helenistik. Dari pada khazanah kedokteran
India. walaupun keilmuan kedokteran India kurang
terlalu mendapat perhatian, tidak
menafikan adanya sumber dan praktek berharga yang dapat dipelajari. Warisan ilmiah Yunani menjadi dominan, khususnya
helenistik, John Esposito mengatakan “satu kesadaran atas (perlunya) lebih dari
satu tradisi mendorong untuk pendekatan kritis
dan selektif “. Seperti dalam sains Arab awal.
Ø Masa
Kejayaan
Pada abad
ke-9 M hingga ke-13 M, dunia kedokteran Islam berkembang begitu pesat. Sejumlah
RS (RS) besar berdiri. Pada masa kejayaan Islam, RS tak hanya berfungsi sebagai
tempat perawatan dan pengobatan para pasien, namun juga menjadi tempat menimba
ilmu para dokter baru. Tak heran, bila penelitian dan pengembangan yang begitu
gencar telah menghasilkan ilmu medis baru. Era kejayaan peradaban Islam ini
telah melahirkan sejumlah dokter terkemuka dan berpengaruh di dunia kedokteran,
hingga sekarang. `'Islam banyak memberi kontribusi pada pengembangan ilmu
kedokteran,'' papar Ezzat Abouleish.
Era
kejayaan Islam telah melahirkan sejumlah tokoh kedokteran terkemuka, seperti
Al-Razi, Al-Zahrawi, Ibnu-Sina, Ibnu-Rushd, Ibn-Al-Nafis, dan Ibn- Maimon.
Al-Razi (841-926 M) dikenal di Barat dengan nama Razes. Ia pernah menjadi
dokter istana Pangerang Abu Saleh Al-Mansur, penguasa Khorosan. Ia lalu pindah
ke Baghdad dan menjadi dokter kepala di RS Baghdad dan dokter pribadi khalifah.
Buku kedokteran yang dihasilkannya berjudul “Al-Mansuri” (Liber
Al-Mansofis) dan “Al-Hawi”.
Tokoh
kedokteran lainnya adalah Al-Zahrawi (930-1013 M) atau dikenal di Barat
Abulcasis. Dia adalah ahli bedah terkemuka di Arab. Al-Zahrawi menempuh
pendidikan di Universitas Cordoba. Dia menjadi dokter istana pada masa Khalifah
Abdel Rahman III. Sebagain besar hidupnya didedikasikan untuk menulis buku-buku
kedokteran dan khususnya masalah bedah.
Salah satu
dari empat buku kedokteran yang ditulisnya berjudul, 'Al-Tastif Liman Ajiz'an
Al-Ta'lif' - ensiklopedia ilmu bedah terbaik pada abad pertengahan. Buku itu
digunakan di Eropa hingga abad ke-17. Al-Zahrawi menerapkan cautery untuk
mengendalikan pendarahan. Dia juga menggunakan alkohol dan lilin untuk
mengentikan pendarahan dari tengkorak selama membedah tengkorak. Al-Zahrawi
juga menulis buku tentang tentang operasi gigi.
Dokter
Muslim yang juga sangat termasyhur adalah Ibnu Sina atau Avicenna (980-1037 M).
Salah satu kitab kedokteran fenomela yang berhasil ditulisnya
adalah Al-Qanon fi Al- Tibb atau Canon of Medicine. Kitab itu menjadi semacam
ensiklopedia kesehatan dan kedokteran yang berisi satu juta kata. Hingga abad
ke-17, kitab itu masih menjadi referensi sekolah kedokteran di Eropa.
Tokoh
kedokteran era keemasan Islam adalah Ibnu Rusdy atau Averroes (1126-1198 M).
Dokter kelahiran Granada, Spanyol itu sangat dikagumi sarjana di di Eropa.
Kontribusinya dalam dunia kedokteran tercantum dalam karyanya berjudul 'Al-
Kulliyat fi Al-Tibb' (Colliyet). Buku itu berisi rangkuman ilmu kedokteran.
Buku kedokteran lainnya berjudul 'Al-Taisir' mengupas praktik-praktik
kedokteran.
Nama dokter Muslim lainnya yang termasyhur
adalah Ibnu El-Nafis (1208 - 1288 M). Ia terlahir di awal era meredupnya
perkembangan kedokteran Islam. Ibnu El-Nafis sempat menjadi kepala RS
Al-Mansuri di Kairo. Sejumlah buku kedokteran ditulisnya, salahsatunya yang
tekenal adalah 'Mujaz Al-Qanun'. Buku itu berisi kritik dan penambahan atas
kitab yang ditulis Ibnu Sina. Beberapa nama dokter Muslim terkemuka yang juga
mengembangkan ilmu kedokteran antara lain; Ibnu Wafid Al-Lakhm, seorang dokter
yang terkemuka di Spanyol; Ibnu Tufails tabib yang hidup sekitar tahun
1100-1185 M; dan Al-Ghafiqi, seorang tabib yang mengoleksi tumbuh-tumbuhan dari
Spanyol dan Afrika.
Setelah
abad ke-13 M, ilmu kedokteran yang dikembangkan sarjana-sarjana Islam mengalami
masa stagnasi. Perlahan kemudian surut dan mengalami kemunduran, seiring
runtuhnya era kejayaan Islam di abad pertengahan. sampai disini, penulis tidak
akan menjelaskan nasib Ilmu kedokteran masa kemunduran Islam. Karena sudah
jelas Peradaban Islam mengalami kematian. Oleh karena itu, dalam sub-bab
selanjutnya penulis akan terus menulusuri warisan-warisan peradaban Islam
berkaitan dengan bidang ini. Karena banyak sekali warisan peradaban Islam dalam
bidang kedokteran, baik itu berupa teori-teori pengobatan, lembaga-lembaga,
beserta sistemnya.
2.4 Transfusi Darah, Inseminasi Buatan, Transplatasi Alat dan Bayi Tabung Menurut Islam
1)
Transfusi
Darah
a.
Pengertian
Menurut dr.
Rustam Masri, transfusi darah adalah proses pekerjaan memindahkan darah dari
orang yang sehat kepada orang yang sakit, yang bertujuan untuk :
Ø Menambah
jumlah darah yang beredar dalam badan
orang yang sakit yang darahnya berkurang karena sesuatu sebab, misalnya
pendarahan, operasi, kecelakaan, dan sebab lainnya.
Ø Menambah
kemampuan darah dalam badan si sakit untuk menambah atau
membawa zat asam atau O2.
Dr. Ahmad Sopian memberikan pengertian, bahwa transfusi darah adalah
memasukkan darah orang lain ke dalam pembuluh darah yang akan ditolong. Dengan
demikian, transfusi darah itu tiada lain adalah suatu cara membantu pengobatan
yang sudah ada, dan darah hanya membantu saja sebagai salah satu pelengkap dari
pada metode pengobatan.
Namun demikian perlu diperhatikan lagi, bahwa transfusi darah itu bukanlah
pekerjaan yang tanpa resiko dan mungkin suatu pekerjaan yang banyak resikonya
bagi si sakit.
Sebagaimana diketahui, bahwa sumber darah itu amat terbatas. Sumber darah itu hanya
manusia saja dan tidak semua orang bisa menjadi pendonor, yaitu berumur 19 sampai dengan 60 tahun. Kemudian ada lagi
pembatasan-pembatasan lain, yaitu bagi
orang yang darahnya kurang, atau orang yang pada saat menjadi donor kesehatannya
terganggu, misalnya flu, atau orang yang baru dicabut giginya, tidak boleh
menjadi donor, meskipun dia bersedia dan umurnya pun memenuhi persyaratan. Transfusi darah, jangan sampai menjadi beban bagi si sakit, karena darah yang
diterimanya kurang atau tidak baik, di samping mengganggu biaya yang cukup
mahal. Pasien yang tidak memerlukan benar, jangan diberikan darah, mengingat efek sampingnya
yang mungkin terjadi bagi si sakit .
b.
Tinjauan
Hukum Islam Tentang Transfusi Darah
Masalah
transfusi darah adalah masalah baru dalam hukum Islam, karena tidak ditemukan
hukumnya dalam fiqh pada masa-masa pembentukan hukum Islam. Al-Qur’an dan hadis pun sebagai sumber hukum Islam, tidak
menyebutkan hukumnya, sehingga pantaslah hal ini disebut sebagai masalah
ijtihadi, karena untuk mengetahui
hukumnya diperlukan metode-metode istimbath atau melalui penalaran terhadap prinsip-prinsip
umum agama Islam.
Sebenarnya,
transfusi (pemindahan) darah telah dilakukan oleh para ahli bidang kedokteran
sejak ratusan tahun lalu. Dalam hal ini
agama Islam sangat menyambut baik ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kedokteran
yang menyangkut pada permasalahan transfuse darah manusia, dalam rangka penyelamatan jiwa
manusia.
sesuai dengan firman
Allah SWT :
وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعاً…
Artinya : “…..Dan barangsiapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah memelihara
kehidupan manusia semuanya…..” (QS. Al-Maidah : 32)
Namun di dalam prakteknya, banyak masalah yang
dihadapi, bahkan menjadi bahan plemik yang berkepanjangan. Ada orang yang setuju dan ada pula yang tidak setuju dalam
beberapa hal.
Masalah donor darah adalah masalah yang baru, dalam arti kata tidak
ditemukan hukumnya pada masa pembentukkan hukum Islam, ataupun
dalam Al-Qur’an dan Hadis. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang pada akhirnya banyak menimbulkan hal-hal yang baru, maka
masalah-masalah seperti tersebut di atas bermunculan di mana-mana dan menuntut ada ketentuan
hukumnya.
Agama Islam tidak melarang seorang
muslim atau muslimah menyumbangkan darah nya untuk kemanusiaan dan bukan komersial.
Darah dapat disumbangkan secara langsung kepada yang memerlukannya, seperti
kepada keluarga sendiri, orang lain, maupun kepada Palang Merah Indonesia atau
Bank Darah untuk disimpan dan
sewaktu-waktu dapat digunakan untuk menolong orang yang
memerlukan, apakah dia seagama ataupun tidak. Demikian juga sebaliknya si donor
pun tidak usah mempersoalkan tentang pengunaan darah tersebut. Apabila hal ini
dipersoalkan,maka akan mengalami kesukaran bagi pengelola (PMI), Karena
penggunaan darah itu harus memperhatikan juga golongan darah yang menerimanya.
Berdasarkan, maka hukum donor darah itu diperbolehkan ,karena tidak ada
dalil yang melarangnya, baik dari Al-Qur’an maupun Hadis. Namun demikian tidak
berarti, bahwa kebolehan itu dapat dilakukan tanpa syarat, bebas lepas begitu
saja. Sebab bisa saja terjadi, bahwa sesuatu yang pada awalnya diperbolehkan,
tetapi karena ada suatu hal yang membahayakan resipien, maka dapat menjadi
terlarang.
Umpamanya seorang yang akan mendonorkan darahnya terdapat penyakit menular, misalnya AIDS dan penyakit-penyakit
lainnya yang dapat menular via darah, maka hukum transfuse darah menjadi terlarang. Oleh sebab itu, sebelum para pendonor darah
memberikan darahnya, maka harus diperiksa lebih dahulu (bagi yang diduga ada penyakitnya). Demikian
juga darah tersebut harus benar-benar bebas dari virus yang berbahaya, baru diberikan kepada yang memerlukannya.
Sumber darah amat terbatas, sedang
yang memerlukannya sangat banyak, apalagi sering terjadi kecelakaan, ada yang idak
tertolong karena kehabisan persediaan darah.
Dalam keadaan yang seperti ini, dimungkinkan ada seseorang yang
mempergunakan kesempatan untuk mencari keuntungan, yaitu memperjualbelikan
darah. Bila diberi peluang dan tidak ketat diawasi, maka timbul kekhawatirkan,
bahwa ada di antara anggota masyarakat yang menjual darahnya karena didesak oleh keperluan hidup.
Akhirnya bisa membahayakan para donor tersebut, karena tidak diperiksa
lebih dulu, atau darah yang diperjualberlikan itu milik
dari donor yang mempunyai penyakit yang berbahaya. Kalau dipikir dalam-dalam,
maka orang yang memperjualberlikan darah itu kurang manusiawi, kalau tidak
dapat dikatakan manusiawi, sebab penggunaan darah itu adalah untuk menolong nyawa si penderita. Dalam
keadaan yang semacam ini, sebenarnya yang berbicara adalah nurani, bukan materi
yang menonjol. Berbeda halnya kalau uang yang dipungut untuk sekedar biaya
admisitrasi, karena darah itu memerulukan perawatan (pemeliharaan) sebelum
digunakan.
c.
Analisa
Kalau ditinjau dari segi hukum, maka
para ulama ada yang memperbolehkan jual beli darah, sebagaimana halnya jual
beli barang yang najis yang ada manfaatnya, seperti kotoran hewan. Dengan
demikian secara analogis (Qiyas), diperbolehkan
memperjualbelikan darah manusia,
dan memang besar manfaatnya untuk menolong jiwa manusia. Pendapat ini dianut
oleh madzhab Hanafi dan Zhahiri.
Menurut penulis, dengan melihat keterangan di
atas terlepas dari pendapat yang berbeda itu, tanpa melihat pendapat mana yang
lebih kuat, dan mana pula yang dipandang
lemah, sebaiknya lebih dititik beratkan pada panggilan nurani dan
kemanusiaan. Bila hal ini dapat dilakukan dengan ikhlas, mudah-mudahan akan
mendapat rizki dari jalan lain. Kita hendaknya jangan sekedar melihat dari segi
legalitas hukum, tanpa tersentuh oleh kepribadian muslim yang baik dan melimpah
antar sesamanya.
2)
Inseminasi
Buatan
a.
Pengertian
Kata
inseminasi berasal dari bahasa Inggris “insemination” yang artinya
pembuahan atau penghamilan secara teknologi, bukan secara alamiah. Kata
inseminasi itu sendiri, dimaksudkan oleh dokter Arab, dengan istilah التَّلْفِيْحُ
dari fi’il (kata kerja) لَقَّحَ-يُلَقِّحُ menjadi تَلْقِيْحًا yang
berarti mengawinkan atau mempertemukan (memadukan).
Kata
talqih yang sama pengertiannya dengan inseminasi, diambil oleh dokter ahli
kandungan bangsa Arab, dalam upaya pembuahan terhadap wanita yang menginginkan
kehamilan. Sedangkan pengertian bayi tabung disebutnya sebagai istilah: طِفْلُ اْلأَنَابِيْتِ
yang artinya jabang bayi; yaitu “sel telur yang telah dibuahi oleh sperma yang telah
dibiakkan dalam tempat pembiakan (cawan) yang sudah siap untuk diletakkan ke
dalam rahim seorang ibu.”
b.
Teknik
Inseminasi buatan
Ada beberapa teknik inseminasi
buatan yang telah dikembangkan di dunia kedokteran, antara lain ialah:
Ø Fertilization
in Vitro (FIV) : dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri
kemudian diproses di Vitro (tabung), dan setelah terjadi pembuahan, lalu lalu
ditransper dirahim isteri.
Ø Gamet
Intra Felopian Tuba (GIFT) : dengan cara mengambil sperma suami
dan ovum isteri, dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditahan di
saluran telur (tuba palupi). Teknik kedua ini lebih alamiah dari pada teknik
pertama, sebab sperma hanya bisa membuahi ovum di tuba palupi setelah terjadi
ejakulasi (pancaran mani) melalui hubungan seksual.
c.
Hukum
Melakukan Inseminasi
Upaya inseminasi buatan dan bayi
tabung, dibolehkan dalam Islam
jika perpaduan sperma dengan ovum itu bersumber dari suami-istri yang sah
(Inseminasi Homolog). Dan yang dilarang
adalah inseminasi buatan dan bayi tabung yang berasal dari perpaduan sperma dan
ovum dari orang lain (Inseminasi Heterolog). Inseminasi yang dilarang
(Inseminasi Heterolog) ini selain menimbulkan kemudaratan bagi pasangan suami
isteri tersebut di mata agama juga menimbulkan pula kemudaratan bagi anak.
Setidaknya dalam pandangan hukum Islam anak yang dihasilkan dari
Inseminasi Heterolog, akan dikatakan sebagai anak hasil zina.
Hukum bayi tabung haram bagi yang
menyewakan rahimnya untuk ditanam benih bayi pasangan lain. Seperti fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada 13
Juni 1979 menurut Islam teknik inseminasi alias pembuahan buatan yang
dibenarkan adalah teknik yang tidak melibatkan pihak ketiga serta pembuatan itu
dilakukan karena keinginan yang serius dan tidak untuk main-main atau
percobaan. Secara hukum, penyewaan rahim juga dilarang di Indonesia yang
terdapat dalam UU Nomor 23 Tahun 1992
tentang kesehatan dan Peraturan Menteri
Kesehatan nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Teknologi Reproduksi Buatan. Dalam kedua peraturan tersebut, bayi tabung yang
diperbolehkan hanya kepada pasangan suami isteri yang sah, lalu menggunakan sel
sperma dan sel telur dari pasangan tersebut yang kemudian embrionya ditanam
dalam rahim isteri bukan wanita lain alias menyewa rahim.
Hal ini dilakukan untuk menjamin
status anak tersebut sebagai anak sah dari pasangan suami isteri tersebut.
Berdasarkan hukum pasal 42 UU No. 1/1974 dan pasal 250 KUH Perdata,
anak hasil bayi tabung merupakan anak sah namun jika embrio diimplantasikan ke
dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu
adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih
dan dapat dikatakan bahwa anak dalam rahim seorang gadis atau wanita yang tidak
terikat perkawinan maka anak tersebut memiliki status sebagai anak luar kawin.
Berdasarkan hal demikian, maka kemudaratan-kemudaratan itu
perlu dihindari, bahkan dihilangkan. Hal ini sesuai dengan kaidah
Fiqhiyah yang mengatakan:
اَلضَّرُرَ يُزَالُ
Artinya: Kemudaratan itu harus
dihilangkan.
Selain itu, untuk mencegah agar suami-istri
tidak lagi mengalami kesulitan akibat tidak hamil dengan cara senggama, maka
perlu ditolong oleh dokter ahli, dengan cara inseminasi buatan dan bayi tabung,
yang diambil dari zat sperma dengan ovum suami-istri yang sah. Dan sebaliknya,
bila bersumber dari orang lain, maka dikategorikan perbuatan zina,
Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 70
. وَلَقَدْ
كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ
مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا (17:70)
“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami
angkat mereka didaratan dan lautan, kami beri rejeki dari yang baik-baik, dan
kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang
kami ciptakan”.
Surat At-tin ayat 4
لَقَدْ
خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya”.
Dan hadist Rasululloh Saw:
لَا
يَحِلُّ لِامِْرئٍ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْأَخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ
زَرْعَ غَيْرِهِ
“Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Alloh dan
hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri
orang lain). (Hadits
Riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan hadits ini dipandang shahih oleh Ibnu Hibban)”
3)
Transplatasi
Alat
a.
Pengertian
Transplantasi adalah perpindahan sebagian atau seluruh
jaringan atau organ dari satu individu pada individu itu sendiri atau pada
individu lainnya baik yang sama maupun berbeda spesies. Saat ini yang lazim di
kerjakan di Indonesia saat ini adalah pemindahan suatu jaringan atau organ
antar manusia, bukan antara hewan ke manusia, sehingga menimbulkan pengertian bahwa transplantasi adalah pemindahan seluruh atau sebagian organ
dari satu tubuh ke tubuh yang lain atau dari satu tempat ke tempat yang lain di
tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk mengganti organ yang rusak
atau tak berfungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari
pendonor.
b. Jenis
Transplantasi
1.
Transplantasi
Autograft yaitu perpindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh itu
sendiri,yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi.
2.
Transplantasi
Alogenik yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang sama
spesiesnya,baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga.
3.
Transplantasi
Isograf yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang identik,misalnya
pada gambar identik.
4.
Transplantasi
Xenograft yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang tidak sama
spesiesnya.
Organ atau jaringan
tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau dari jenazah orang yang baru
meninggal dimana meninggal sendiri
didefinisikan kematian batang otak.
Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit ginjal sumsum
tulang dan darah (transfusi darah). Organ-organ yang diambil
dari jenazah adalah jantung, hati, ginjal,
kornea, pancreas, paru-paru dan sel otak. Semua upaya dalam bidang
transplantasi tubuh tentu memerlukan peninjauan
dari sudut hokum dan etik kedokteran . Menurut Cholil Uman (1994),
Pencangkokan adalah pemindahan organ
tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang
tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila apabila diobati
dengan prosedur medis biasa. Harapan klien untuk bertahan hidupnya tidak ada
lagi.
c. Tipe
Donor Organ Tubuh :
1.
Donor
dalam keadaan hidup sehat : tipe ini memerlukan seleksi yang cermat dan
pemeriksaan kesahatan yang lengkap, baik terhadap donor maupun resipien untuk
menghindari kegagalan karena penolakan tubuh oleh resipien dan untuk mencegah
resiko bagi donor.
2.
Donor
dalam keadaan koma atau diduga akan meninggal : tipe ini pengambilan organ
donor memerlukan alat control kehidupan misalnya alat bantu pernafasan khusus .
Alat Bantu akan dicabut setelah pengambilan organ selesai
3.
Donor
dalam keadaan mati : tipe ini merupakan tipe yang ideal , sebab secara medis
tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secara medis dan
yuridis.
Ø Tipe Donor 1
Donor dalam keadaan sehat.
Yang dimaksud disini adalah donor anggota tubuh bagi siapa saja yang memerlukan
pada saat si donor masih hidup. Donor semacam ini hukumnya
boleh. Karena Allah Swt memperbolehkan memberikan pengampunan terhadap
qisash maupun diyat.
Allah Swt berfirman:
فَمَنْ عُـفِيَ لَهُ مِنْ اَخِـيْهِ
شَْيئٌ فَـاتـِّبَـاعٌ بِالمَـعْرُوْفِ وَاَدَاءٌ اِلـَيْــهِ بــإِحْــسَـانٍ
ذلِكَ تـَخْـفِيفٌ مِنْ رَبــِّكُمْ وَرَحْمَةٌ
Maka barangsiapa yang
mendapat suatu pema`afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti
dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada
yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas
sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (QS al-Baqarah [2]: 178)
Namun, donor seperti ini
dibolehkan dengan syarat. Yaitu, donor tersebut tidak mengakibatkan kematian si pendonor. Misalnya, dia mendonorkan jantung, limpha atau paru-parunya. Ha l ini akan mengakibatkan
kematian pada diri si pendonor. Padahal manusia tidak
boleh membunuh dirinya, atau membiarkan orang lain membunuh dirinya; meski
dengan kerelaannya.
Allah Swt
berfirman:
وَلاَ تـَـقـْـتلُوُا
اَنـــْفُسَــكُمْ
Dan janganlah kamu
membunuh dirimu. (TQS an-Nisa [4]: 29).
Selanjutnya Allah Swt
berfirman:
وَلاَ تـَـقـْـتلُوُا
النـّّفْسَ الـَّتِى حـَـرَّمَ الله اِلاَّ بـِـالْحَـــقِّ
Dan janganlah kamu
mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun
yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. (QS al-An’am [6]: 151)
Sebagaimana tidak bolehnya
manusia mendonorkan anggota tubuhnya yang dapat mengakibatkan terjadinya
pencampur-adukan nasab atau keturunan. Misalnya, donor testis bagi pria atau
donor indung telur bagi perempuan. Sungguh Islam telah melarang untuk
menisbahkan dirinya pada selain bapak maupun ibunya.
Allah Swt berfirman:
Ibu-ibu mereka tidak
lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. (QS al-Mujadilah [58]: 2)
Selanjutnya Rasulullah saw
bersabda:
“Barang siapa yang
menasabkan dirinya pada selain bapaknya, atau mengurus sesuatu yang bukan
urusannya maka atas orang tersebut adalah laknat Allah, Malaikat dan seluruh
manusia”.
Sebagaiman sabda Nabi saw:
“Barang siapa yang dipanggil dengan (nama) selain
bapaknya maka surga haram atasnya”
Begitu pula dinyatakan
oleh beliau saw:
“Wanita manapun yang telah mamasukkan nasabnya pada
suatu kaum padahal bukan bagian dari kaum tersebut maka dia terputus dari
Allah, dia tidak akan masuk surga; dan laki-laki manapun yang menolak anaknya
padahal dia mengetahui (bahwa anak tersebut anaknya) maka Allah menghijab
Diri-Nya dari laki-laki tersebut, dan Allah akan menelanjangi (aibnya)
dihadapan orang-orang yang terdahulu maupun yang kemudian”.
Imam Bukhari meriwayatkan
dari Abdullah bin Mas’ud Ra, dia berkata:
كُـنـا نَـغْــزُوْا مَعَ النـَّـِبيِّ
لـَيْــسَ لـَـنـَا نِسـَـاءٌ ، فَـقــُلْـنـَا : يـَارَسُـولَ الله أَلاَ
نَسْـتَخْصِي ؟ فـَـنَـهـَانــَا عَنْ ذَلِك.
“ Kami dulu pernah berperang bersama
Rasulullah sementara pada kami tidak ada isteri–isteri. Kami berkat :”Wahai
Rasulullah bolehkah kami melakukan pengebirian ?” Maka beliau melarang kami
untuk melakukannya,”
Adapun donor kedua testis
maupun kedua indung telur, hal tersebut akan mengakibatkan kemandulan; tentu
hal ini bertentangan dengan perintah Islam untuk memelihara keturunan.
Ø Tipe donor 2
Hukum Islam pun tidak
membolehkan karena salah satu hadist mengatakan bahwa ”Tidak boleh
membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang lain.”
(HR. Ibnu Majah). Yakni penjelasannya bahwa kita tidak boleh membahayakan orang
lain untuk keuntungan diri sendiri. Perbuatan tersebut diharamkan dengan alasan
apapun sekalipun untuk tujuan yang mulia.
Ø Tipe Donor 3
Menurut hokum Islam ada
yang membolehkan dan ada yang mengharamkan. Yang membolehkan menggantungkan
pada syarat sebagai berikut:
1.
Resipien
(penerima organ) berada dalam keadaan darurat yang mengancam dirinya setelah
menempuh berbagai upaya pengobatan yang lama
2.
Pencangkokan
tidak akan menimbulkan akibat atau komplikasi yang lebih gawat
3.
Telah disetujui
oleh wali atau keluarga korban dengan niat untuk menolong bukan untuk
memperjual-belikan
Yang tidak membolehkan alasannya
:
Seseorang yang sudah
mati tidak dibolehkan menyumbangkan organ tubuhnya atau mewasiatkan untuk
menyumbangkannya. Karena seorang dokter tidak berhak memanfaatkan salah satu
organ tubuh seseorang yang telah meninggal dunia untuk ditransplantasikan
kepada orang yang membutuhkan. Adapun hukum kehormatan mayat dan penganiayaan
terhadapnya, maka Allah SWT telah menetapkan bahwa mayat mempunyai kehormatan
yang wajib dipelihara sebagaimana orang hidup. Dan Allah telah mengharamkan
pelanggaran terhadap pelanggaran kehormatan mayat sebagaimana pelanggaran
kehormatan orang hidup.Diriwayatkan dari A’isyah Ummul Mu’minin RA bahwa Rasulullah
SAW bersabda:
كَـسَــرَ عَظْــمُ
المْـَيِّــتِ كَكَــسْرِهِ حَــيًّـا
“Memecahkan tulang mayat
itu sama saja dengan memecahkan tulang orang hidup” (HR. Ahmad, Abu dawud, dan
Ibnu Hibban)
Tindakan mencongkel mata
mayat atau membedah perutnya untuk diambil jantungnya atau ginjalnya atau
hatinya untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkan dapat
dianggap sebagai mencincang mayat. Padahal Islam telah melarang perbuatan ini.
Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Abdullah bin Zaid Al-Anshasi RA, dia
berkata :
نـَهَى رَسُــوْلُ الله
عَنِ الـنُّهْـبِي وَالمُـثَـلَّــةِ
“ Rasulullah SAW telah
melarang ( mengambil ) harta hasil rampasan dan mencincang (mayat musuh
).”(H.R. Bukhari)
d.
Aspek Hukum Transplantasi
Dari segi hukum,
transplantasi organ dan jaringan sel tubuh dipandang sebagai suatu usaha mulia
dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia, walaupun ini adalah suatu
perbuatan yang melawan hokum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan.
Tetapi karena adanya pengecualian maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana dan dapat
dibenarkan. Transplantasi dengan donor hidup menimbulkan dilema etik, dimana
transplantasi pada satu sisi dapat
membahayakan donor namun di satu sisi dapat menyelamatkan hidup pasien
(resipien). Di beberapa negara yang telah memiliki Undang-Undang Transplantasi,
terdapat pembalasan dalam pelaksanaan transplantasi, misalnya adanya larangan untuk transplantasi embrio, testis,
dan ovarium baik untuk tujuan pengobatan maupun tujuan eksperimental. Namun ada
pula negara yang mengizinkan dilakukannya transplantasi organ-organ tersebut di
atas untuk kepentingan penelitian saja.
Di Indonesia sudah ada
undang undang yang membahasnya yaitu UU No.36
Tahun 2009 mengenai transplantasi :
Pasal 64
(1) Penyembuhan penyakit
dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau
jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan
rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.
(2) Transplantasi organ
dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya
untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan.
(3) Organ dan/atau
jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.
Pasal 65
(1)
Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2)
Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan
kesehatan pendonor yang bersangkutan dan mendapat persetujuan pendonor dan/atau
ahli waris atau keluarganya.
(3)
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi organ
dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 66
Transplantasi sel, baik
yang berasal dari manusia maupun dari hewan, hanya dapat dilakukan apabila
telah terbukti keamanan dan kemanfaatannya.
Pasal 67
(1) Pengambilan dan
pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai
syarat dan tata cara pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ
tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
Pasal 68
(1) Pemasangan implan obat
dan/atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai
syarat dan tata cara penyelenggaraan pemasangan implan obat dan/atau alat
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 69
(1) Bedah
plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
(2) Bedah
plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku
dalam masyarakat dan tidak ditujukan untuk mengubah identitas.
(3)
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara bedah plastik dan rekonstruksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 70
(1) Penggunaan sel punca
hanya dapat dilakukan untuktujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan,
serta dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi.
(2) Sel punca sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berasal dari sel punca embrionik.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penggunaan sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
ØPeran Islam dalam
perkembangan iptek pada dasarnya
ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan.
Kedua, menjadikan Syariah Islam ( yang lahir dari Aqidah Islam ) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam
kehidupan sehari-hari.
Ø Transfusi
darah itu tiada
lain adalah suatu
cara membantu pengobatan yang sudah ada,
dan darah hanya membantu saja sebagai salah satu pelengkap dari pada metode pengobatan. Dalam hal ini agama Islam sangat menyambut baik ilmu
pengetahuan, khususnya di bidang
kedokteran yang menyangkut
pada permasalahan transfuse darah manusia, dalam rangka penyelamatan jiwa
manusia. Transfusi darah diperbolehkan ,karena tidak ada
dalil yang melarangnya, baik dari Al-Qur’an maupun Hadis.
Ø Inseminasi
buatan adalah teknik
pembuahan (fertilisasi) antara sperma suami dan sel telur isteri yang
masing-masing diambil kemudian disatukan di luar kandungan (in vitro) sebagai
lawan “di dalam kandungan” (in vivo). Secara hukum, bayi yang dihasilkan dari
inseminasi ini memiliki dua macam yakni diperbolehkan dengan catatan sperma
yang diambil merupakan sperma yang berasal dari suami istri yang sah, dan
ditanam dalam rahim istri tersebut (bukan rahim orang lain) dan tidak
diperbolehkan, jika seperma yang diambil berasal dari laki-laki lain begitu
pula dari wanita lain.
Ø Transplantasi
adalah
perpindahan sebagian atau
seluruh jaringan atau organ dari satu individu pada individu itu sendiri
atau pada individu lainnya baik yang sama maupun berbeda spesies.
Jenis transplantasi antara lain adalah
Transplantasi Autograft, Transplantasi Alogenik, Transplantasi Isograf,
Transplantasi Xenograft. Dari segi hukum, transplantasi organ dan jaringan sel
tubuh dipandang sebagai suatu usaha mulia dalam upaya menyehatkan dan
mensejahterakan manusia, walaupun ini
adalah suatu perbuatan yang melawan hokum pidana yaitu
tindak pidana penganiayaan. Tetapi karena adanya pengecualian maka
perbuatan tersebut tidak lagi diancam
pidana dan dapat dibenarkan.
Pandangan islam tentang transplantasi sesuai dengan
ketentuan donor 1,2, dan 3.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar