Rabu, 10 Februari 2016

Islam, IPTEK dan Ilmu Kedokteran



BAB I

PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang Masalah
      Dalam al-Qur’an  banyak  terkandung  teks-teks (ayat-ayat)  yang mendorong manusia untuk melihat, memandang, berfikir, serta mencermati fenomena-fenomena alam semesta ciptaan Tuhan yang menarik untuk diselidiki, diteliti dan dikembangkan. Al-Qur’an menantang manusia untuk menggunakan akal fikirannya seoptimal mungkin.
Al-Qur`an memuat segala informasi yang dibutuhkan manusia, baik yang sudah diketahui maupun belum diketahui. Informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi pun disebutkan berulang-ulang dengan tujuan agar manusia bertindak untuk melakukan nazhar.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh perdaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan iptek modern membuat orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya.                   
Peran  Islam  dalam  perkembangan  iptek pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari.





1.2  Perumusan Masalah
  1. Bagaimana landasan al-qur’an  tentang  IPTEK ?
  2. Apa peranan dan prinsip IPTEK  menurut Islam? 
  3. Bagaimana perkembangan  ilmu  kedokteran  dalam  islam?
  4. Jelaskan tentang  transfusi  darah, inseminasi  buatan,  transplantasi alat menurut islam !


1.3    Tujuan
  1. Untuk mengetahui  landasan al-qur’an  tentang  IPTEK. 
  2. Untuk mengetahui  peranan dan prinsip IPTEK  menurut Islam
  3. Untuk mengetahui  perkembangan  ilmu  kedokteran  dalam  islam.
  4. Untuk mengetahui  transfusi  darah, inseminasi  buatan,  transplantasi alat menurut islam

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Landasan Al-Qur’an Tentang Iptek   

Bagi  ilmuwan al-Qur`an adalah inspirator, maknanya  bahwa dalam al-Qur’an  banyak  terkandung  teks-teks (ayat-ayat)  yang mendorong manusia untuk melihat, memandang, berfikir, serta mencermati fenomena-fenomena alam semesta ciptaan Tuhan yang menarik untuk diselidiki, diteliti dan dikembangkan. Al-Qur’an menantang manusia untuk menggunakan akal fikirannya seoptimal mungkin.
Al-Qur`an memuat segala informasi yang dibutuhkan manusia, baik yang sudah diketahui maupun belum diketahui. Informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi pun disebutkan berulang-ulang dengan tujuan agar manusia bertindak untuk melakukan nazhar. Nazhar adalah mempraktekkan metode, mengadakan observasi dan penelitian ilmiah terhadap segala macam peristiwa alam di seluruh jagad ini, juga terhadap lingkungan keadaan masyarakat dan historisitas bangsa-bangsa zaman dahulu.  Sebagaimana firman Allah berikut ini:

 قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚوَمَا تُغْنِي الْآيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ

Artinya:    “Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan menggunakan metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di bumi ...”( QS. Yunus ayat 101)





      قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيْرُوا فِي اْلأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ

Artinya:     “Sesungguhnya  telah  berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah;  Karena  itu  berjalanlah  kamu di muka bumi  dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”. (QS. Ali Imran: 137)

 وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلاَ تُبْصِرُوْنَ
Artinya : ”Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”. (QS. Az-Zariyat: 21).
Dalam  al-Qur`an  terdapat  ayat-ayat yang memberikan motivasi agar manusia  menggunakan akal fikiran untuk membaca dan mengamati fenomena-fenomena alam semesta. Teks-teks al-Qur’an yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sebagai berikut:
Al-Qur`an Sebagai Produk Wujud Iptek Allah
Al-Qur`an menuntun manusia pada jalur-jalur riset yang akan ditempuh sehingga manusia memperoleh hasil yang benar. Al-Qur`an juga sebagai hudan memberi kecerahan pada akal manusia, kebenaran hasil riset dapat diukur dari kesesuaian rumus baku, dan antara akal dengan naql.
Al-Qur`an merupakan rumus baku, alam  semesta dengan segala perubahannya sebagai  persoalan  yang layak dan perlu dijawab, maka al-Qur`an sebagai kamus alam semesta. Solusi tentang teka-teki alam semesta akan terselesaikan dengan benar jika digunakan formula yang tepat yaitu al-Qur`an. Dengan demikian ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat Qur’aniyah akan berjalan secara pararel dan seimbang. Ilmu  pengetahuan  seperti ini jika menjelma menjadi teknologi maka akan menjadikan teknologi berbasiskan Qur’an atau teknologi yang Qur’anik.
Banyak ayat Al-Qur’an yang menyinggung tentang pengembangan iptek, seperti wahyu pertama QS. Al-`Alaq 1-5 menyuruh manusia untuk membaca, menulis, melakukan penelitian dengan dilandasi iman dan akhlak yang mulia.
Sedangkan perintah untuk melakukan penelitian secara jelas terdapat dalam QS. Al-Ghasiyah, ayat 17-20:

أَفَلاَ يَنْظُرُوْنَ إِلَى اْلإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ
(17) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19)  وَإِلَى اْلأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ (20)
Artinya: ”Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” (QS. Al-Ghasiyah: 17-20)
Dari ayat-ayat tersebut, maka munculah di lingkungan umat Islam suatu kegiatan observasional yang disertai dengan pengukuran, sehingga ilmu tidak lagi bersifat kontemplatif seperti yang berkembang di Yunani, melainkan memiliki ciri empiris sehingga tersusunlah dasar-dasar sains.

     وَمِنْ كُلِّّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ  
Artinya: ”Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”. (QS. Az Zariyat: 49)

سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ اْلأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْبِتُ اْلأَرْضُ وَمِنْ أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لاَ يَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”. (QS. Yasin: 36)
Dari ayat di atas dinyatakan bahwa Allah SWT menciptakan makhluk secara berpasang-pasangan, seperti ada siang dan malam, positif dan negatif, wanita dan pria, elektron dan positron. Terjadinya pasangan elektron dan positron di dalam fisika inti dikenal pembentukan ion (ion air production) di mana radiasi gelombang elektron magnetik memiliki tenaga di atas 1.02 Mev. Ayat ini dapat diartikan sebagai perintah untuk melakukan penelitian. Karena dengan melakukan penelitian hal-hal yang tadinya belum terungkap menjadi terungkap.

2.2    Peranan dan Prinsip Iptek Menurut Islam

Peran  Islam  dalam  perkembangan  iptek pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah  yang  seharusnya dimiliki umat Islam, bukan  paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan  landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini  bukan  berarti  menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang  bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan standar  manfaat (pragmatisme/utilitarianisme)  seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek dan telah  diharamkan  oleh Syariah, maka tidak boleh  umat  Islam  memanfaatkannya, walau pun  ia menghasilkan  manfaat sesaat  untuk  memenuhi  kebutuhan  manusia.                                                                   
 Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh perdaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan iptek modern membuat orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya.                                                                                
 Pada dasarnya kita hidup di dunia ini tidak lain untuk beribadah kepada Allah SWT. Ada banyak cara untuk beribadah kepada Allah SWT seperti sholat, puasa, dan menuntut ilmu. Menuntut ilmu ini hukumnya wajib. Seperti sabda Rasulullah SAW: “ menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban atas setiap muslim laki-laki dan perempuan”. Ilmu  adalah  kehidupanya  islam  dan  kehidupanya  keimanan. Peran Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa harus dijadikan standar pemanfaatan iptek.  Ketentuan  halal-haram  (hukum-hukum syariah Islam)  wajib dijadikan  tolak  ukur dalam  pemanfaatan  iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan  iptek  yang  tidak  boleh  dimanfaatkan, adalah  yang telah diharamkan syariah Islam.

2.3    Perkembangan Ilmu Kedokteran Dalam Islam

1.    Awal Perkembangan Sebelum Islam
Seperti ungkapan Dr. Ezzat Abouleist di statemen awal pendahuluan, “Ilmu kedokteran  tidak lahir dalam waktu semalam”. Keilmuan yang berkembang dan praktek-prakteknya tidak tanpa mula. Tapi mempunyai sejarah panjang yang dihasilkan para pendahulu hingga hasilnya dapat dilihat saat ini. Awal mula kelahirannya dimulai pada masa peradaban Yunani. Dan bangsa-bangsa lain sekitar pada masa itu.
Dalam peradaban Yunani, orang Yunani Kuno mempercayai Asclepius sebagai dewa kesehatan. Pada era ini, menurut penulis Canterbury Tales, Geoffrey Chaucer, di Yunani  telah  muncul beberapa dokter atau tabib terkemuka. Tokoh Yunani yang banyak berkontribusi mengembangkan ilmu kedokteran  adalah  Hippocrates atau `Ypocras' (5-4 SM). Dia adalah tabib Yunani yang menulis dasar-dasar pengobatan.
Selain itu, ada juga nama Rufus of Ephesus (1 M) di Asia Minor. Ia adalah dokter yang berhasil menyusun lebih dari 60 risalah ilmu kedokteran Yunani. Dunia juga mengenal Dioscorides. Dia adalah penulis risalah pokok-pokok kedokteran yang menjadi dasar pembentukan farmasi selama beberapa abad. Dokter asal Yunani lainnya yang paling berpengaruh adalah Galen (2 M). Ketika era kegelapan mencengkram Barat pada abad pertengahan, perkembangan ilmu kedokteran diambil alih dunia Islam yang telah berkembang pesat di Timur Tengah, menurut Ezzat Abouleish, seperti halnya lmu-ilmu yang lain.

2.    Pada Masa Peradaban Islam
Ø  Masa Awal
Perkembangan kedokteran Islam melalui tiga periode pasang-surut. Periode  pertama dimulai  dengan  gerakan  penerjemahan  literatur kedokteran dari Yunani dan bahasa lainnya ke dalam bahasa Arab yang berlangsung pada abad ke-7 hingga ke-8 Masehi. Pada  masa  ini, sarjana dari Syiria dan Persia secara gemilang dan jujur menerjemahkan litelatur dari Yunani dan Syiria kedalam bahasa Arab.

Rujukan pertama kedokteran terpelajar dibawah kekuasaan khalifah dinasti  Umayyah, yang memperkerjakan dokter ahli dalam tradisi Helenistik. Pada abad ke-8 sejumlah keluarga dinasti Umayyah diceritakan memerintahkan  penterjemahan teks medis dan kimiawi dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. Berbagai  sumber juga  menunjukkan bahwa khalifah dinasti Umayyah, Umar ibn Abdul Aziz (p.717-20) memerintahkan penterjemhan dari bahasa Siria ke bahasa Arab sebuah buku pegangan medis abad ketujuh yang ditulis oleh pangeran Aleksandria Ahrun.
Pengalihbahasaan literatur medis meningkat drastis dibawah kekuasaan Khalifah Al-Ma'mun dari Diansti Abbasiyah di Baghdad. Para dokter dari Nestoria dari kota Gundishpur dipekerjakan dalam kegiatan ini. Sejumlah sarjana Islam pun terkemuka ikut ambil bagian dalam proses transfer pengetahuan itu. Tercatat  sejumlah  tokoh seperti, Yuhanna Ibn Masawayah (w. 857), Jurjis Ibn-Bakhtisliu, serta Hunain Ibn Ishak (808-873 M) ikut menerjemahkan  literatur  kuno dan dokter masa awal.
Karya-karya original ditulis dalam bahasa Arab oleh Hunayn. Beberapa risalah yang ditulisnya, diantaranya al-Masail fi al-Tibb lil-Mutaallimin (masalah kedokteran bagi para pelajar) dan Kitab al-Asyr Maqalat fi al-Ayn (sepuluh risalah tentang mata).  Karya tersebut berpengaruh dan sangat inovatif, walaupun  sangat sedikit memaparkan observasi baru. Karya yang paling terkenal dalam periode awal ini disusun oleh Ali Ibn Sahl Rabban al-Tabari (783-858), Firdaws al-Hikmah. Dengan  mengadopsi satu pendekatan kritis yang  memungkinkan  pembaca  memilih dari beragam praktek, karya ini merupakan karya kedokteran Arab komprehensif pertama yang mengintegrasikan dan memuat berbagai tradisi kedokteran waktu itu.
Perkembangan  tradisi  dan  keberagaman  yang  Nampak  pada kedokteran Arab pertama, dikatan John dapat dilacak sampai pada warisan Helenistik. Dari pada khazanah kedokteran India. walaupun keilmuan kedokteran  India  kurang  terlalu mendapat perhatian, tidak menafikan adanya sumber dan praktek berharga yang dapat dipelajari. Warisan  ilmiah Yunani menjadi dominan, khususnya helenistik, John Esposito mengatakan “satu kesadaran atas (perlunya) lebih dari satu tradisi mendorong untuk pendekatan  kritis dan selektif “. Seperti  dalam  sains Arab awal.

Ø  Masa Kejayaan
Pada abad ke-9 M hingga ke-13 M, dunia kedokteran Islam berkembang begitu pesat. Sejumlah RS (RS) besar berdiri. Pada masa kejayaan Islam, RS tak hanya berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan para pasien, namun juga menjadi tempat menimba ilmu para dokter baru. Tak heran, bila penelitian dan pengembangan yang begitu gencar telah menghasilkan ilmu medis baru. Era kejayaan peradaban Islam ini telah melahirkan sejumlah dokter terkemuka dan berpengaruh di dunia kedokteran, hingga sekarang. `'Islam banyak memberi kontribusi pada pengembangan ilmu kedokteran,'' papar Ezzat Abouleish.


Era kejayaan Islam telah melahirkan sejumlah tokoh kedokteran terkemuka, seperti Al-Razi, Al-Zahrawi, Ibnu-Sina, Ibnu-Rushd, Ibn-Al-Nafis, dan Ibn- Maimon. Al-Razi (841-926 M) dikenal di Barat dengan nama Razes. Ia pernah menjadi dokter istana Pangerang Abu Saleh Al-Mansur, penguasa Khorosan. Ia lalu pindah ke Baghdad dan menjadi dokter kepala di RS Baghdad dan dokter pribadi khalifah. Buku kedokteran yang dihasilkannya berjudul “Al-Mansuri” (Liber Al-Mansofis) dan “Al-Hawi”.
Tokoh kedokteran lainnya adalah Al-Zahrawi (930-1013 M) atau dikenal di Barat Abulcasis. Dia adalah ahli bedah terkemuka di Arab. Al-Zahrawi menempuh pendidikan di Universitas Cordoba. Dia menjadi dokter istana pada masa Khalifah Abdel Rahman III. Sebagain besar hidupnya didedikasikan untuk menulis buku-buku kedokteran dan khususnya masalah bedah.
Salah satu dari empat buku kedokteran yang ditulisnya berjudul, 'Al-Tastif Liman Ajiz'an Al-Ta'lif' - ensiklopedia ilmu bedah terbaik pada abad pertengahan. Buku itu digunakan di Eropa hingga abad ke-17. Al-Zahrawi menerapkan cautery untuk mengendalikan pendarahan. Dia juga menggunakan alkohol dan lilin untuk mengentikan pendarahan dari tengkorak selama membedah tengkorak. Al-Zahrawi juga menulis buku tentang tentang operasi gigi.
Dokter Muslim yang juga sangat termasyhur adalah Ibnu Sina atau Avicenna (980-1037 M). Salah  satu  kitab  kedokteran fenomela yang berhasil ditulisnya adalah Al-Qanon fi Al- Tibb atau Canon of Medicine. Kitab itu menjadi semacam ensiklopedia kesehatan dan kedokteran yang berisi satu juta kata. Hingga abad ke-17, kitab itu masih menjadi referensi sekolah kedokteran di Eropa.
Tokoh kedokteran era keemasan Islam adalah Ibnu Rusdy atau Averroes (1126-1198 M). Dokter kelahiran Granada, Spanyol itu sangat dikagumi sarjana di di Eropa. Kontribusinya dalam dunia kedokteran tercantum dalam karyanya berjudul 'Al- Kulliyat fi Al-Tibb' (Colliyet). Buku itu berisi rangkuman ilmu kedokteran. Buku kedokteran lainnya berjudul 'Al-Taisir' mengupas praktik-praktik kedokteran.
 Nama dokter Muslim lainnya yang termasyhur adalah Ibnu El-Nafis (1208 - 1288 M). Ia terlahir di awal era meredupnya perkembangan kedokteran Islam. Ibnu El-Nafis sempat menjadi kepala RS Al-Mansuri di Kairo. Sejumlah buku kedokteran ditulisnya, salahsatunya yang tekenal adalah 'Mujaz Al-Qanun'. Buku itu berisi kritik dan penambahan atas kitab yang ditulis Ibnu Sina. Beberapa nama dokter Muslim terkemuka yang juga mengembangkan ilmu kedokteran antara lain; Ibnu Wafid Al-Lakhm, seorang dokter yang terkemuka di Spanyol; Ibnu Tufails tabib yang hidup sekitar tahun 1100-1185 M; dan Al-Ghafiqi, seorang tabib yang mengoleksi tumbuh-tumbuhan dari Spanyol dan Afrika.
Setelah abad ke-13 M, ilmu kedokteran yang dikembangkan sarjana-sarjana Islam mengalami masa stagnasi. Perlahan kemudian surut dan mengalami kemunduran, seiring runtuhnya era kejayaan Islam di abad pertengahan. sampai disini, penulis tidak akan menjelaskan nasib Ilmu kedokteran masa kemunduran Islam. Karena sudah jelas Peradaban Islam mengalami kematian. Oleh karena itu, dalam sub-bab selanjutnya penulis akan terus menulusuri warisan-warisan peradaban Islam berkaitan dengan bidang ini. Karena banyak sekali warisan peradaban Islam dalam bidang kedokteran, baik itu berupa teori-teori pengobatan, lembaga-lembaga, beserta sistemnya.

2.4    Transfusi Darah, Inseminasi Buatan, Transplatasi Alat dan Bayi Tabung Menurut Islam

1)      Transfusi Darah
a.    Pengertian
Menurut dr. Rustam Masri, transfusi darah adalah proses pekerjaan memindahkan darah dari orang yang sehat kepada orang yang sakit, yang bertujuan untuk :
Ø  Menambah  jumlah darah yang beredar dalam badan orang yang sakit yang darahnya berkurang karena sesuatu sebab, misalnya pendarahan, operasi, kecelakaan, dan sebab lainnya.
Ø  Menambah  kemampuan  darah dalam badan si sakit untuk menambah atau membawa zat asam atau O2.
Dr. Ahmad Sopian memberikan pengertian, bahwa transfusi darah adalah memasukkan darah orang lain ke dalam pembuluh darah yang akan ditolong. Dengan demikian, transfusi darah itu tiada lain adalah suatu cara membantu pengobatan yang sudah ada, dan darah hanya membantu saja sebagai salah satu pelengkap dari pada metode pengobatan.

Namun  demikian  perlu diperhatikan  lagi, bahwa transfusi darah itu bukanlah pekerjaan yang tanpa resiko dan mungkin suatu pekerjaan yang banyak resikonya bagi si sakit.                                             
Sebagaimana diketahui, bahwa sumber darah  itu amat  terbatas. Sumber darah  itu  hanya manusia saja dan tidak semua orang bisa menjadi pendonor, yaitu berumur  19 sampai dengan  60 tahun. Kemudian ada lagi pembatasan-pembatasan  lain, yaitu bagi orang yang darahnya kurang, atau orang yang pada saat  menjadi  donor  kesehatannya terganggu, misalnya flu, atau orang yang baru dicabut giginya, tidak boleh menjadi donor, meskipun dia bersedia dan umurnya pun  memenuhi persyaratan. Transfusi  darah, jangan  sampai  menjadi  beban bagi si sakit, karena darah yang diterimanya kurang atau tidak baik, di samping mengganggu biaya yang cukup mahal. Pasien yang tidak memerlukan benar, jangan  diberikan  darah, mengingat  efek  sampingnya  yang mungkin  terjadi bagi si sakit .
b.   Tinjauan Hukum Islam Tentang Transfusi Darah                             
       Masalah transfusi darah adalah masalah baru dalam hukum Islam, karena tidak ditemukan hukumnya dalam fiqh pada masa-masa pembentukan hukum Islam. Al-Qur’an dan  hadis pun sebagai sumber hukum Islam, tidak menyebutkan hukumnya, sehingga pantaslah hal ini disebut sebagai masalah ijtihadi,  karena untuk mengetahui hukumnya diperlukan metode-metode istimbath atau melalui penalaran terhadap prinsip-prinsip umum agama Islam.
    Sebenarnya, transfusi (pemindahan) darah telah dilakukan oleh para ahli bidang kedokteran sejak ratusan tahun lalu. Dalam hal ini agama Islam sangat menyambut baik ilmu pengetahuan, khususnya di bidang  kedokteran  yang  menyangkut  pada permasalahan transfuse  darah manusia, dalam rangka penyelamatan jiwa manusia.
sesuai dengan firman Allah SWT :

وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعاً…
Artinya : “…..Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah memelihara kehidupan manusia semuanya…..” (QS. Al-Maidah : 32)
Namun  di  dalam prakteknya, banyak masalah yang dihadapi, bahkan menjadi  bahan  plemik yang berkepanjangan. Ada orang yang  setuju dan ada pula yang tidak setuju dalam beberapa hal.
Masalah donor darah adalah masalah yang baru, dalam arti kata tidak ditemukan  hukumnya  pada masa pembentukkan hukum Islam, ataupun dalam Al-Qur’an dan Hadis. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada akhirnya banyak menimbulkan hal-hal yang baru, maka masalah-masalah  seperti  tersebut  di atas  bermunculan  di mana-mana dan  menuntut  ada  ketentuan  hukumnya.
Agama Islam tidak  melarang seorang muslim atau muslimah menyumbangkan darah nya untuk kemanusiaan dan bukan komersial. Darah dapat disumbangkan secara langsung kepada yang memerlukannya, seperti kepada keluarga sendiri, orang lain, maupun kepada Palang Merah Indonesia atau Bank  Darah untuk disimpan dan sewaktu-waktu dapat digunakan untuk menolong  orang  yang memerlukan, apakah dia seagama ataupun tidak. Demikian juga sebaliknya si donor pun tidak usah mempersoalkan tentang pengunaan darah tersebut. Apabila hal ini dipersoalkan,maka akan mengalami kesukaran bagi pengelola (PMI), Karena penggunaan darah itu harus memperhatikan juga golongan darah yang menerimanya.
Berdasarkan, maka hukum donor darah itu diperbolehkan ,karena tidak ada dalil yang melarangnya, baik dari Al-Qur’an maupun Hadis. Namun demikian tidak berarti, bahwa kebolehan itu dapat dilakukan tanpa syarat, bebas lepas begitu saja. Sebab bisa saja terjadi, bahwa sesuatu yang pada awalnya diperbolehkan, tetapi karena ada suatu hal yang membahayakan resipien, maka dapat menjadi terlarang.
Umpamanya seorang yang  akan  mendonorkan  darahnya  terdapat  penyakit  menular, misalnya AIDS dan penyakit-penyakit lainnya yang dapat menular via darah, maka hukum transfuse  darah  menjadi  terlarang. Oleh  sebab itu, sebelum para pendonor darah memberikan  darahnya, maka  harus diperiksa lebih dahulu  (bagi yang diduga ada penyakitnya). Demikian juga darah tersebut harus benar-benar bebas dari virus yang  berbahaya, baru diberikan  kepada yang memerlukannya.
Sumber darah  amat terbatas, sedang yang memerlukannya sangat banyak, apalagi sering terjadi kecelakaan, ada yang idak tertolong karena kehabisan persediaan darah.
Dalam keadaan yang seperti ini, dimungkinkan ada seseorang yang mempergunakan kesempatan untuk mencari keuntungan, yaitu memperjualbelikan darah. Bila diberi peluang dan tidak ketat diawasi, maka timbul kekhawatirkan, bahwa ada di antara anggota masyarakat yang menjual darahnya karena didesak  oleh keperluan hidup.
Akhirnya bisa membahayakan para donor tersebut, karena tidak diperiksa lebih dulu, atau darah yang diperjualberlikan  itu  milik dari donor yang mempunyai penyakit yang berbahaya. Kalau dipikir dalam-dalam, maka orang yang memperjualberlikan darah itu kurang manusiawi, kalau tidak dapat dikatakan manusiawi, sebab penggunaan  darah  itu adalah untuk menolong nyawa si penderita. Dalam keadaan yang semacam ini, sebenarnya yang berbicara adalah nurani, bukan materi yang menonjol. Berbeda halnya kalau uang yang dipungut untuk sekedar biaya admisitrasi, karena darah itu memerulukan perawatan (pemeliharaan) sebelum digunakan.
c.    Analisa
Kalau ditinjau dari segi hukum, maka para ulama ada yang memperbolehkan jual beli darah, sebagaimana halnya jual beli barang yang najis yang ada manfaatnya, seperti kotoran hewan. Dengan demikian secara analogis (Qiyas), diperbolehkan  memperjualbelikan  darah manusia, dan memang besar manfaatnya untuk menolong jiwa manusia. Pendapat ini dianut oleh madzhab Hanafi dan Zhahiri.
Menurut penulis, dengan melihat keterangan di atas terlepas dari pendapat yang berbeda itu, tanpa melihat pendapat mana yang lebih kuat, dan mana pula yang dipandang  lemah, sebaiknya lebih dititik beratkan pada panggilan nurani dan kemanusiaan. Bila hal ini dapat dilakukan dengan ikhlas, mudah-mudahan akan mendapat rizki dari jalan lain. Kita hendaknya jangan sekedar melihat dari segi legalitas hukum, tanpa tersentuh oleh kepribadian muslim yang baik dan melimpah antar sesamanya.
2)      Inseminasi Buatan
a.      Pengertian
Kata inseminasi berasal dari bahasa Inggris “insemination” yang artinya pembuahan atau penghamilan secara teknologi, bukan secara alamiah. Kata inseminasi itu sendiri, dimaksudkan oleh dokter Arab, dengan istilah التَّلْفِيْحُ dari fi’il (kata kerja) لَقَّحَ-يُلَقِّحُ  menjadi تَلْقِيْحًا yang berarti mengawinkan atau mempertemukan (memadukan).
Kata talqih yang sama pengertiannya dengan inseminasi, diambil oleh dokter ahli kandungan bangsa Arab, dalam upaya pembuahan terhadap wanita yang menginginkan kehamilan. Sedangkan pengertian bayi tabung disebutnya sebagai istilah: طِفْلُ اْلأَنَابِيْتِ yang artinya jabang bayi; yaitu “sel telur yang telah dibuahi oleh sperma yang telah dibiakkan dalam tempat pembiakan (cawan) yang sudah siap untuk diletakkan ke dalam rahim seorang ibu.”
b.      Teknik Inseminasi buatan
Ada beberapa teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan di dunia kedokteran, antara lain ialah:
Ø  Fertilization in Vitro (FIV) : dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian diproses di Vitro (tabung), dan setelah terjadi pembuahan, lalu lalu ditransper dirahim isteri.
Ø  Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) : dengan cara mengambil sperma suami dan ovum isteri, dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditahan di saluran telur (tuba palupi). Teknik kedua ini lebih alamiah dari pada teknik pertama, sebab sperma hanya bisa membuahi ovum di tuba palupi setelah terjadi ejakulasi (pancaran mani) melalui hubungan seksual.

c.       Hukum Melakukan Inseminasi
Upaya inseminasi buatan dan bayi tabung, dibolehkan dalam Islam jika perpaduan sperma dengan ovum itu bersumber dari suami-istri yang sah (Inseminasi Homolog). Dan yang dilarang adalah inseminasi buatan dan bayi tabung yang berasal dari perpaduan sperma dan ovum dari orang lain (Inseminasi Heterolog). Inseminasi yang dilarang (Inseminasi Heterolog) ini selain menimbulkan kemudaratan bagi pasangan suami isteri tersebut di mata agama juga menimbulkan pula kemudaratan bagi anak. Setidaknya dalam pandangan hukum Islam anak yang dihasilkan dari  Inseminasi Heterolog, akan dikatakan sebagai anak hasil zina.
Hukum bayi tabung haram bagi yang menyewakan rahimnya untuk ditanam benih bayi pasangan lain. Seperti fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada 13 Juni 1979 menurut Islam teknik inseminasi alias pembuahan buatan yang dibenarkan adalah teknik yang tidak melibatkan pihak ketiga serta pembuatan itu dilakukan karena keinginan yang serius dan tidak untuk main-main atau percobaan. Secara hukum, penyewaan rahim juga dilarang di Indonesia yang terdapat dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Buatan. Dalam kedua peraturan tersebut, bayi tabung yang diperbolehkan hanya kepada pasangan suami isteri yang sah, lalu menggunakan sel sperma dan sel telur dari pasangan tersebut yang kemudian embrionya ditanam dalam rahim isteri bukan wanita lain alias menyewa rahim.
Hal ini dilakukan untuk menjamin status anak tersebut sebagai anak sah dari pasangan suami isteri tersebut. Berdasarkan hukum pasal 42 UU No. 1/1974 dan pasal 250 KUH Perdata, anak hasil bayi tabung merupakan anak sah namun jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih dan dapat dikatakan bahwa anak dalam rahim seorang gadis atau wanita yang tidak terikat perkawinan maka anak tersebut memiliki status sebagai anak luar kawin.
Berdasarkan hal demikian, maka kemudaratan-kemudaratan itu perlu dihindari, bahkan dihilangkan. Hal ini sesuai dengan kaidah Fiqhiyah yang mengatakan:
اَلضَّرُرَ يُزَالُ
Artinya: Kemudaratan itu harus dihilangkan.
Selain itu, untuk mencegah agar suami-istri tidak lagi mengalami kesulitan akibat tidak hamil dengan cara senggama, maka perlu ditolong oleh dokter ahli, dengan cara inseminasi buatan dan bayi tabung, yang diambil dari zat sperma dengan ovum suami-istri yang sah. Dan sebaliknya, bila bersumber dari orang lain, maka dikategorikan perbuatan zina,
Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 70
.       وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا (17:70)
“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkat mereka didaratan dan lautan, kami beri rejeki dari yang baik-baik, dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang kami ciptakan”.


Surat At-tin ayat 4
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Dan hadist Rasululloh Saw:
لَا يَحِلُّ لِامِْرئٍ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْأَخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ
“Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain). (Hadits Riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan hadits ini dipandang shahih oleh Ibnu Hibban)”
3)      Transplatasi Alat
a.      Pengertian
Transplantasi adalah perpindahan sebagian atau seluruh jaringan atau organ dari satu individu pada individu itu sendiri atau pada individu lainnya baik yang sama maupun berbeda spesies. Saat ini yang lazim di kerjakan di Indonesia saat ini adalah pemindahan suatu jaringan atau organ antar manusia, bukan antara hewan ke manusia, sehingga menimbulkan  pengertian bahwa transplantasi  adalah pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain atau dari satu tempat ke tempat yang lain di tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk mengganti organ yang rusak atau tak berfungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari pendonor.


b.      Jenis Transplantasi
1.      Transplantasi Autograft yaitu perpindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh itu sendiri,yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi.
2.      Transplantasi Alogenik yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang sama spesiesnya,baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga.
3.      Transplantasi Isograf yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang identik,misalnya pada gambar identik.
4.      Transplantasi Xenograft yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang tidak sama spesiesnya.
Organ  atau  jaringan  tubuh  yang  akan  dipindahkan dapat diambil dari donor  yang hidup atau dari jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal  sendiri didefinisikan  kematian batang otak. Organ-organ yang diambil  dari  donor hidup seperti : kulit ginjal sumsum tulang dan darah (transfusi darah). Organ-organ  yang  diambil dari jenazah adalah  jantung, hati, ginjal, kornea, pancreas, paru-paru dan sel otak. Semua upaya dalam bidang transplantasi tubuh tentu memerlukan  peninjauan  dari  sudut  hokum dan etik kedokteran            . Menurut Cholil Uman (1994), Pencangkokan  adalah pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila apabila diobati dengan prosedur medis biasa. Harapan klien untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.

c.       Tipe Donor Organ Tubuh :
1.      Donor dalam keadaan hidup sehat : tipe ini memerlukan seleksi yang cermat dan pemeriksaan kesahatan yang lengkap, baik terhadap donor maupun resipien untuk menghindari kegagalan karena penolakan tubuh oleh resipien dan untuk mencegah resiko bagi donor.
2.      Donor dalam keadaan koma atau diduga akan meninggal : tipe ini pengambilan organ donor memerlukan alat control kehidupan misalnya alat bantu pernafasan khusus . Alat Bantu akan dicabut setelah pengambilan organ selesai
3.      Donor dalam keadaan mati : tipe ini merupakan tipe yang ideal , sebab secara medis tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secara medis dan yuridis.
Ø  Tipe Donor 1
Donor dalam keadaan sehat. Yang dimaksud disini adalah donor anggota tubuh bagi siapa saja yang memerlukan pada saat si donor masih hidup. Donor semacam  ini  hukumnya boleh. Karena  Allah Swt  memperbolehkan memberikan pengampunan terhadap qisash maupun diyat.
Allah Swt berfirman:
فَمَنْ عُـفِيَ لَهُ مِنْ اَخِـيْهِ شَْيئٌ فَـاتـِّبَـاعٌ بِالمَـعْرُوْفِ وَاَدَاءٌ اِلـَيْــهِ بــإِحْــسَـانٍ ذلِكَ تـَخْـفِيفٌ مِنْ رَبــِّكُمْ وَرَحْمَةٌ
Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (QS al-Baqarah [2]: 178)
Namun, donor seperti ini dibolehkan dengan syarat. Yaitu, donor tersebut tidak  mengakibatkan  kematian si pendonor. Misalnya, dia  mendonorkan jantung,  limpha atau paru-parunya. Ha l ini  akan  mengakibatkan  kematian  pada diri si pendonor. Padahal manusia tidak boleh membunuh dirinya, atau membiarkan orang lain membunuh dirinya; meski dengan kerelaannya.
Allah Swt berfirman:                                                  
وَلاَ تـَـقـْـتلُوُا اَنـــْفُسَــكُمْ
Dan janganlah kamu membunuh dirimu. (TQS an-Nisa [4]: 29).
Selanjutnya Allah Swt berfirman:
وَلاَ تـَـقـْـتلُوُا النـّّفْسَ الـَّتِى حـَـرَّمَ الله اِلاَّ بـِـالْحَـــقِّ
Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. (QS al-An’am [6]: 151)
Sebagaimana tidak bolehnya manusia mendonorkan anggota tubuhnya yang dapat mengakibatkan terjadinya pencampur-adukan nasab atau keturunan. Misalnya, donor testis bagi pria atau donor indung telur bagi perempuan. Sungguh Islam telah melarang untuk menisbahkan dirinya pada selain bapak maupun ibunya.

Allah Swt berfirman:
Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. (QS al-Mujadilah [58]: 2)
Selanjutnya Rasulullah saw bersabda:
“Barang siapa yang menasabkan dirinya pada selain bapaknya, atau mengurus sesuatu yang bukan urusannya maka atas orang tersebut adalah laknat Allah, Malaikat dan seluruh manusia”.
Sebagaiman sabda Nabi saw:
Barang siapa yang dipanggil dengan (nama) selain bapaknya maka surga haram atasnya”
Begitu pula dinyatakan oleh beliau saw:
Wanita manapun yang telah mamasukkan nasabnya pada suatu kaum padahal bukan bagian dari kaum tersebut maka dia terputus dari Allah, dia tidak akan masuk surga; dan laki-laki manapun yang menolak anaknya padahal dia mengetahui (bahwa anak tersebut anaknya) maka Allah menghijab Diri-Nya dari laki-laki tersebut, dan Allah akan menelanjangi (aibnya) dihadapan orang-orang yang terdahulu maupun yang kemudian”.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud Ra, dia berkata:
كُـنـا نَـغْــزُوْا مَعَ النـَّـِبيِّ لـَيْــسَ لـَـنـَا نِسـَـاءٌ ، فَـقــُلْـنـَا : يـَارَسُـولَ الله أَلاَ نَسْـتَخْصِي ؟ فـَـنَـهـَانــَا عَنْ       ذَلِك.
Kami dulu pernah berperang bersama Rasulullah sementara pada kami tidak ada isteri–isteri. Kami berkat :”Wahai Rasulullah bolehkah kami melakukan pengebirian ?” Maka beliau melarang kami untuk melakukannya,”
Adapun donor kedua testis maupun kedua indung telur, hal tersebut akan mengakibatkan kemandulan; tentu hal ini bertentangan dengan perintah Islam untuk memelihara keturunan.
Ø  Tipe donor 2
Hukum Islam pun tidak membolehkan karena salah satu hadist mengatakan bahwa ”Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang lain.” (HR. Ibnu Majah). Yakni penjelasannya bahwa kita tidak boleh membahayakan orang lain untuk keuntungan diri sendiri. Perbuatan tersebut diharamkan dengan alasan apapun sekalipun untuk tujuan yang mulia.
Ø  Tipe Donor 3
Menurut  hokum  Islam  ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan. Yang membolehkan menggantungkan pada  syarat sebagai berikut:
1.      Resipien (penerima organ) berada dalam keadaan darurat yang mengancam dirinya setelah menempuh berbagai upaya pengobatan yang lama
2.      Pencangkokan tidak akan menimbulkan akibat atau komplikasi yang lebih gawat
3.      Telah disetujui oleh wali atau keluarga korban dengan niat untuk menolong bukan untuk memperjual-belikan

Yang tidak membolehkan alasannya :
Seseorang yang sudah mati  tidak dibolehkan menyumbangkan organ tubuhnya atau mewasiatkan untuk menyumbangkannya. Karena seorang dokter tidak berhak memanfaatkan salah satu organ tubuh seseorang yang telah meninggal dunia  untuk ditransplantasikan kepada orang yang membutuhkan. Adapun hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terhadapnya, maka Allah SWT telah menetapkan bahwa mayat mempunyai kehormatan yang wajib dipelihara sebagaimana orang hidup. Dan Allah telah mengharamkan pelanggaran terhadap pelanggaran kehormatan mayat sebagaimana pelanggaran kehormatan orang hidup.Diriwayatkan dari A’isyah Ummul Mu’minin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
كَـسَــرَ عَظْــمُ المْـَيِّــتِ كَكَــسْرِهِ حَــيًّـا
“Memecahkan tulang mayat itu sama saja dengan memecahkan tulang orang hidup” (HR. Ahmad, Abu dawud, dan Ibnu Hibban)
Tindakan mencongkel mata mayat atau membedah perutnya untuk diambil jantungnya  atau ginjalnya atau hatinya untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkan dapat dianggap sebagai mencincang mayat. Padahal Islam telah melarang perbuatan ini. Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Abdullah bin Zaid Al-Anshasi RA, dia berkata :
نـَهَى رَسُــوْلُ الله عَنِ الـنُّهْـبِي وَالمُـثَـلَّــةِ
“ Rasulullah SAW telah melarang ( mengambil ) harta hasil rampasan dan mencincang (mayat musuh ).”(H.R. Bukhari)

d.      Aspek Hukum Transplantasi
Dari segi hukum, transplantasi organ dan jaringan sel tubuh dipandang sebagai suatu usaha mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia, walaupun  ini adalah  suatu  perbuatan yang melawan hokum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan. Tetapi karena adanya pengecualian maka perbuatan  tersebut tidak lagi diancam pidana dan dapat dibenarkan. Transplantasi dengan donor hidup menimbulkan dilema etik, dimana transplantasi  pada satu sisi dapat membahayakan donor namun di satu sisi dapat menyelamatkan hidup pasien (resipien). Di beberapa negara yang telah memiliki Undang-Undang Transplantasi, terdapat pembalasan dalam pelaksanaan transplantasi, misalnya adanya  larangan untuk transplantasi embrio, testis, dan ovarium baik untuk tujuan pengobatan maupun tujuan eksperimental. Namun ada pula negara yang mengizinkan dilakukannya transplantasi organ-organ tersebut di atas untuk kepentingan penelitian saja.
 
Di Indonesia sudah ada undang undang yang membahasnya yaitu UU No.36 Tahun 2009 mengenai transplantasi :
Pasal 64
(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.
(2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan.
(3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.
Pasal 65    
(1) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan pendonor yang bersangkutan dan mendapat persetujuan pendonor dan/atau ahli waris atau keluarganya.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 66                                                                            
Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari hewan, hanya dapat dilakukan apabila telah terbukti keamanan dan kemanfaatannya.
Pasal 67
(1) Pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 68
(1) Pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 69
(1) Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
(2) Bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat dan tidak ditujukan untuk mengubah identitas.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara bedah plastik dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
                 Pasal 70                                                                                            
(1) Penggunaan sel punca hanya dapat dilakukan untuktujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, serta dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi.
(2) Sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berasal dari sel punca embrionik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.


BAB III

PENUTUP 

Kesimpulan
ØPeran  Islam  dalam  perkembangan  iptek pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan  Aqidah  Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan  Syariah  Islam ( yang lahir dari Aqidah Islam )  sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari.
Ø  Transfusi  darah  itu  tiada  lain  adalah  suatu cara membantu pengobatan yang  sudah ada, dan darah hanya membantu saja sebagai salah satu pelengkap dari  pada metode pengobatan. Dalam  hal ini agama Islam sangat menyambut baik ilmu pengetahuan, khususnya di bidang  kedokteran  yang  menyangkut  pada  permasalahan transfuse  darah manusia, dalam rangka penyelamatan jiwa manusia. Transfusi darah diperbolehkan ,karena tidak ada dalil yang melarangnya, baik dari Al-Qur’an maupun Hadis.
Ø  Inseminasi buatan adalah  teknik pembuahan (fertilisasi) antara sperma suami dan sel telur isteri yang masing-masing diambil kemudian disatukan di luar kandungan (in vitro) sebagai lawan “di dalam kandungan” (in vivo). Secara hukum, bayi yang dihasilkan dari inseminasi ini memiliki dua macam yakni diperbolehkan dengan catatan sperma yang diambil merupakan sperma yang berasal dari suami istri yang sah, dan ditanam dalam rahim istri tersebut (bukan rahim orang lain) dan tidak diperbolehkan, jika seperma yang diambil berasal dari laki-laki lain begitu pula dari wanita lain.
Ø  Transplantasi  adalah  perpindahan  sebagian  atau  seluruh jaringan atau organ dari satu individu pada individu itu sendiri atau pada individu lainnya baik yang sama maupun berbeda spesies.
Jenis transplantasi antara lain adalah Transplantasi Autograft, Transplantasi Alogenik, Transplantasi Isograf, Transplantasi Xenograft. Dari segi hukum, transplantasi organ dan jaringan sel tubuh dipandang sebagai suatu usaha mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia, walaupun  ini adalah  suatu  perbuatan yang melawan hokum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan. Tetapi karena adanya pengecualian maka perbuatan  tersebut tidak lagi diancam pidana dan dapat dibenarkan. Pandangan islam tentang transplantasi sesuai dengan ketentuan  donor 1,2, dan 3.






DAFTAR PUSTAKA
  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar